KPK Bongkar Biro Travel Paling Rakus Kuota Haji Khusus

KPK usut biro travel haji yang diduga paling rakus borong kuota haji khusus, praktek jual-beli kursi haji diduga bikin jamaah tekor miliaran.-Foto: IG @official.kpk-
JAKARTA, PostingNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini membedah praktik bagi-bagi kuota haji tambahan yang ternyata lebih menguntungkan biro perjalanan ketimbang calon jemaah reguler. Lembaga antirasuah menemukan setidaknya 400 biro haji mendapat jatah paling gemuk dari kuota haji khusus periode 2023–2024.
“Jadi memang jumlah kuota haji khusus yang dikelola oleh setiap biro perjalanan haji itu beragam, ada yang relatif banyak, ada yang relatif sedikit. Nah itu didalami semuanya,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di kantornya pada Rabu, 24 September 2025.
Awalnya, kuota tambahan dari Arab Saudi diberikan kepada negara hasil lobi Presiden Jokowi. Dari total 20 ribu tambahan kursi, mestinya 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. Namun, Kementerian Agama malah membagi rata, 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk khusus.
“Kuota itu kan diberikan kepada negara, tidak diberikan kepada travel, tidak diberikan kepada perorangan,” tegas Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Ahad, 21 September 2025.
BACA JUGA:Buku Marx dan Che Disita Polisi, Menteri Dikti Malah Suruh Mahasiswa Baca yang Sesuai Nilai Bangsa
Skema ganjil ini diduga membuat biro haji bisa “bermain harga”. Menurut Asep, kursi tambahan tak turun gratis, melainkan dibanderol US$ 2.700 hingga 7 ribu atau sekitar Rp 42–115 juta per kepala. Yang punya modal lebih, bisa langsung berangkat tanpa antrean panjang.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ade Marfuddin, menyoroti modus biro yang menjual paket furoda tapi memberangkatkan jamaah dengan visa haji khusus. Selisih harga jelas jadi bancakan. “Visa furoda itu seharga USD 6 ribu sampai 12 ribu,” kata Ade, Kamis, 11 September 2025.
Ia menilai jual-beli kuota ini subur karena pemerintah tidak transparan. Kuota seharusnya dibagi rata agar semua biro mendapat kesempatan yang sama.
"Kalau tidak rata berarti ada orang yang mampu membeli yang besar, ada yang tidak sanggup membeli, ada yang tidak mau beli,” kata Ade.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Chromebook: Azwar Anas Dipanggil Kejagung, Nadiem Makarim Sudah Jadi Tersangka
Praktik ini memperlihatkan betapa kuota haji, yang seharusnya jadi hak jemaah, malah jadi komoditas menggiurkan bagi segelintir biro dan oknum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News