Ini Kenapa Merusak Hutan Sama Saja Mengundang Penyakit Masuk Rumah
Kerusakan hutan memicu peningkatan risiko penyakit dari hewan ke manusia, mulai malaria hingga virus mematikan. Begini penjelasan ilmiahnya.-Foto: Mongabay-
JAKARTA, PostingNews.id — Merusak hutan ternyata bukan cuma soal hilangnya pohon, tetapi juga soal makin pendeknya jarak antara manusia dan penyakit yang sebelumnya cuma berkeliaran di dalam rimba. Banyak orang baru sadar setelah jatuh sakit, padahal para peneliti sudah sejak lama membunyikan alarm.
Salah satu rujukannya datang dari buku Biodiversity: Its Importance to Human Health yang disunting Eric Chivian dari Harvard Medical School. Buku itu menjabarkan dengan tenang bahwa tiap kali manusia mengubah hutan, yang ikut berubah bukan hanya lanskapnya, tetapi juga suhu, kelembapan, jumlah predator, sampai komposisi tumbuhan.
Singkatnya, kita merombak ekosistem tanpa memikirkan siapa saja yang bakal merasa lebih betah setelah itu. Hasilnya sudah bisa ditebak, populasi nyamuk, lalat, tikus, kelelawar dan hewan-hewan pembawa penyakit lain bisa melonjak tanpa permisi.
Tinggal terlalu dekat dengan tepi hutan juga bukan ide baik. Di sana penyakit yang biasanya tersembunyi bisa menyodorkan tangan seperti kenalan lama. Malaria, demam kuning, leishmaniasis, penyakit Chagas hingga penyakit tidur Afrika adalah beberapa contoh penyakit yang mudah berpindah ke manusia. Konsumsi daging satwa liar menambah jalur baru bagi penularan, sebab patogen yang sebelumnya nyaman di tubuh hewan tiba-tiba mendapat tamu baru bernama manusia.
BACA JUGA:Orangutan Tapanuli Ketahuan Punya Markas Kedua, Jauh dari Batang Toru Tapsel
Forest News pernah mencatat bagaimana penebangan hutan memicu kenaikan kasus malaria di Asia Tenggara dan Amazon. Penebangan menciptakan genangan air baru dan mengubah genangan lain menjadi lebih ramah bagi nyamuk pembawa malaria.
Di tempat lain, sebuah tragedi kesehatan dipicu oleh perilaku kelelawar buah yang kehilangan sumber makanan setelah kebakaran hutan besar Asia Tenggara 1997–1998. Mereka pindah ke kebun buah di peternakan babi Malaysia, lalu menularkan virus Nipah yang mematikan. Penularan berantai dari kelelawar ke babi lalu ke manusia memaksa pemerintah memusnahkan babi dalam jumlah besar.
Contoh serupa terjadi di Amerika Serikat bagian timur laut. Kerusakan hutan membuat hewan pemangsa tikus berkaki putih dan pesaingnya menurun drastis. Tikus-tikus ini kemudian berkembang bebas dan membawa bakteri penyebab penyakit Lyme kepada kutu. Kutu tersebut meneruskannya kepada manusia. Alurnya sederhana tetapi akibatnya tidak.
Dalam banyak kasus, tiga perempat penyakit baru yang muncul pada manusia berasal dari hewan. Banyak di antaranya berpindah karena daging satwa liar dikonsumsi tanpa memperhatikan risikonya. Penularan lintas spesies ini diduga kuat menjadi awal kemunculan HIV/AIDS. Konsumsi satwa liar juga dikaitkan dengan wabah antraks dan pes.
BACA JUGA:Hutan Tropis Negara Tetangga Ini Berbahaya, Dari Penyerap Jadi Penyumbang Polusi
Para ilmuwan juga mengingatkan bahwa kebakaran hutan dan deforestasi mempercepat pemanasan global. Kondisi ini membuka jalur baru bagi penyakit seperti demam berdarah, malaria, demam kuning dan ensefalitis untuk masuk ke wilayah yang sebelumnya bebas dari penyakit tersebut. Iklim berubah, habitat berubah, sasarannya pun ikut berubah.
Memang tidak semua gangguan terhadap ekosistem hutan otomatis berujung penyakit, tetapi daftar kasus yang sudah terjadi cukup panjang untuk membuat kita berpikir ulang. Cara manusia memperlakukan hutan sudah cukup untuk membuat tubuh jadi lebih rentan.
Pelajaran paling dekat datang dari pandemi COVID-19 yang baru beberapa tahun berlalu. Penyakit ini diyakini berasal dari daging satwa liar yang dijual di pasar Wuhan, Tiongkok. Perjalanan virus itu dari alam liar ke tubuh manusia menjadi penegas bahwa rantai penularan makin pendek ketika manusia makin agresif memasuki habitat satwa.
Seandainya hutan dan penghuninya tidak terusik, banyak penyakit mematikan mungkin tidak perlu meloncat ke tubuh manusia. Pada akhirnya, menjaga hutan bukan cuma urusan lingkungan, tetapi juga urusan kesehatan Anda dan jutaan orang lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News