Saat Krisis Iklim Menggila, Keanekaragaman Hayati Jadi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Keanekaragaman hayati berperan penting meredam krisis iklim melalui penyimpanan karbon, stabilitas ekosistem, dan solusi berbasis alam.-Foto: Forest Digest-
JAKARTA, PostingNews.id — Cuaca makin aneh, suhu makin naik, dan bencana datang silih berganti seperti tamu yang tak pernah diundang. Itu semua jadi tanda bahwa sistem iklim Bumi sedang ngos-ngosan menghadapi tekanan. Di saat yang sama, alam yang dulu ramai oleh berbagai jenis tumbuhan dan satwa kini mulai terasa sepi.
Dua krisis ini, perubahan iklim dan susutnya keanekaragaman hayati, sering muncul berbarengan seperti pasangan yang sulit dipisahkan. Padahal di balik hubungan rumit itu, keanekaragaman hayati menyimpan peran besar untuk menahan laju krisis iklim. Seberapa besar?
Selama ini kita sering hanya melihat perubahan iklim sebagai ancaman utama, sementara biodiversitas dianggap korban sampingan. Padahal perannya lebih dari itu. Ia justru menjadi salah satu solusi alami paling kuat untuk menstabilkan iklim. Keanekaragaman hayati mencakup segala makhluk hidup, dari mikroorganisme sampai ekosistem besar yang menopang kehidupan. Setiap komponen punya fungsi yang, kalau dirangkai seperti puzzle, menjaga keseimbangan sistem Bumi.
Peneliti dari Natural History Museum, Dr. Adriana De Palma, mengingatkan hal ini. “Keanekaragaman hayati sangat penting karena tidak hanya menyediakan tempat tinggal yang indah, tetapi juga udara dan air bersih, makanan dan bahan bakar, dan bahkan mendukung kesehatan mental dan fisik manusia.” Singkatnya, alam yang beragam bukan hanya cantik dipandang, tetapi juga bekerja keras di belakang layar.
BACA JUGA:Di Tengah Banjir Sumatera, Jalsah Salanah 2025 Jadi Ruang Solidaritas Jamaah Ahmadiyah Indonesia
Semua manfaat itu masuk dalam kategori jasa ekosistem, sistem pendukung kehidupan yang diam-diam ikut menahan dampak perubahan iklim. Salah satu caranya ialah lewat penyimpanan karbon. Hutan hujan tropis yang kaya spesies, misalnya, jauh lebih ampuh menyimpan karbon dibandingkan hutan monokultur. Perbedaan struktur pohon, dari yang menjulang tinggi sampai yang berakar dalam, membuat karbon terperangkap di biomassa dan tanah dalam waktu lama.
Begitu pula ekosistem gambut, rawa, dan sabana yang sehat. Semuanya berfungsi layaknya bank tempat “tabungan karbon” disimpan. Di laut, peran itu dimainkan oleh terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang dikenal menghasilkan karbon biru. Mangrove bahkan bisa menyimpan karbon empat kali lebih banyak daripada hutan daratan. Selama ekosistem ini tetap utuh, kemampuannya menahan karbon membantu memperlambat pemanasan global.
Keanekaragaman hayati juga memberi ketahanan tambahan bagi alam. Ekosistem yang kaya spesies umumnya lebih stabil dan lebih cepat pulih setelah diguncang badai, banjir, hingga kekeringan. Variasi genetik membantu spesies bertahan saat kondisi berubah, sehingga populasi tidak roboh sekaligus. Dalam pertanian, keragaman varietas tanaman menjaga pasokan pangan tetap aman dari hama dan cuaca ekstrem yang makin sering muncul akibat iklim yang berubah.
Namun situasinya kini berbalik. Keanekaragaman hayati mengalami penurunan cepat. Aktivitas manusia terus menggerus habitat lewat penebangan hutan, penangkapan ikan berlebih, polusi, dan pembangunan yang tak terkendali. Perubahan iklim memperparah kondisi ini dengan memaksa spesies berpindah ke area yang lebih sejuk, padahal ruangnya sering tak tersedia. Jika tren ini terus berlanjut, satu juta spesies terancam punah dan dunia menghadapi risiko kepunahan massal keenam.
BACA JUGA:Sumut Dikepung Banjir Bandang, Pelabuhan Belawan Tetap
Kehilangan itu bukan hanya kabar buruk bagi alam, tetapi juga bagi stabilitas iklim. Hutan yang ditebang, gambut yang dikeringkan, dan terumbu karang yang rusak melepaskan karbon kembali ke atmosfer. Beberapa bagian Amazon bahkan dilaporkan mulai melepaskan karbon lebih banyak dibandingkan yang bisa diserap. Ini menjadi lampu merah bahwa penyangga iklim alami kita mulai melemah.
Karena itu, solusi untuk iklim dan keanekaragaman hayati tak bisa dipisah-pisahkan seperti dua berkas meja yang berbeda. Restorasi habitat, pemulihan mangrove, rewilding, penanaman pohon asli, dan pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah contoh solusi berbasis alam yang bekerja rangkap. Mereka memulihkan keanekaragaman hayati sambil menyerap karbon dan meningkatkan ketahanan ekosistem.
Tentu semua itu perlu selaras dengan upaya menurunkan emisi global dan transisi menuju energi bersih. Pendekatan terpadu dibutuhkan agar planet ini tetap nyaman dihuni dalam jangka panjang. “Masa depan yang adil dan berkelanjutan sangat mungkin terwujud, tetapi hanya jika kita bertindak sekarang” tutur Dr. Adriana.
Dengan kata lain, alam sebenarnya sudah menyiapkan banyak cara untuk membantu kita keluar dari krisis. Tinggal kita yang memutuskan, mau cepat bertindak atau menunggu sampai peringatan terakhir benar-benar berbunyi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News