Benarkah MKD Punya Hak Menahan Rahayu Saraswati yang Sudah Mau Mundur?

Benarkah MKD Punya Hak Menahan Rahayu Saraswati yang Sudah Mau Mundur?

Keputusan MKD DPR menolak pengunduran diri Rahayu Saraswati menuai sorotan. Pakar hukum menilai MKD tak punya wewenang menahan anggota yang ingin mundur.-Foto: IG @rahayusaraswati-

JAKARTA, PostingNews.id – Drama politik seputar Rahayu Saraswati tampaknya belum usai. Setelah sempat mengumumkan pengunduran diri secara terbuka di Instagram, kini Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan keponakan Presiden Prabowo Subianto itu tetap duduk manis di kursi DPR.

Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam, mengumumkan hasil rapat tertutup yang digelar pada 29 Oktober 2025. “Saudari Rahayu Saraswati tetap sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029,” katanya dalam keterangan tertulis pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Keputusan itu, kata Dek Gam, mengikuti surat dari Majelis Kehormatan Partai Gerindra tertanggal 16 Oktober 2025 yang menegaskan status keanggotaan Sara masih sah. “Setelah melakukan pembahasan dan mempertimbangkan hukum, tata beracara MKD, serta putusan Majelis Kehormatan Partai Gerindra,” ujar politikus Gerindra itu, memastikan semuanya tampak formal dan sesuai prosedur.

Padahal, cerita mundurnya Sara berawal dari unggahan emosional di Instagram pada 10 September 2025. Dalam unggahan itu, ia menyampaikan pengunduran diri usai menuai hujatan karena pernyataannya dalam siniar Antara TV dianggap menyinggung publik. Ia mengaku menyesal dan meminta maaf karena pernyataannya melukai perasaan masyarakat. Tapi, ternyata yang disampaikan di media sosial tak sama nilainya dengan surat resmi.

BACA JUGA:Gerindra Tolak Mundur Rahayu Saraswati, Dasco: Suratnya Saja Tak Ada

Indonesia Parliamentary Center menilai langkah MKD ini agak janggal. Peneliti IPC, Arif Adiputro, mengingatkan bahwa pengunduran diri anggota DPR adalah hak individu yang dijamin undang-undang. Menurutnya, MKD tidak punya kewenangan untuk menolak seseorang yang ingin mundur, kecuali jika ada perkara etik.

“Di sini ada kesalahan dan kerancuan dalam keputusan MKD DPR terhadap anggota yang sudah tidak mau lagi menjabat,” kata Arif, sambil menyindir bahwa keputusan ini bisa jadi preseden buruk karena berpotensi memaksa anggota DPR bertahan di kursi yang sudah ingin ditinggalkan.

Namun Arif juga menjelaskan, MKD memang bisa ikut campur bila mahkamah partai menemukan pelanggaran etik yang memengaruhi keputusan seorang anggota. Dalam kasus Sara, karena Partai Gerindra menilai tidak ada pelanggaran etik dan tidak pernah mengirim surat pemberhentian ke DPR, maka MKD secara formal tidak bisa memproses pengunduran dirinya.

Dari kubu partai, Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memastikan mahkamah partai menolak pengunduran diri Sara. “Pengunduran dirinya tak memenuhi syarat secara hukum, dan kemudian menetapkan Sara (tetap) sebagai anggota DPR periode 2024–2029,” ujarnya pada 30 Oktober 2025.

BACA JUGA:Biaya Haji 2026 Dipangkas Rp2 Juta, BPKH: Manfaat Hasil Investasi Siap Mengalir

Dasco menyebut ada beberapa alasan yang membuat partai menahan Sara. Pertama, tidak ada surat tertulis pengunduran diri. Yang ada hanya unggahan di Instagram, yang oleh Dasco dianggap lebih sebagai ekspresi spontan ketimbang keputusan resmi. Kedua, tidak ada laporan pelanggaran etik di mahkamah partai maupun MKD. Ketiga, muncul petisi dukungan publik yang menolak mundurnya Sara.

Menurut Dasco, tekanan publik membuat Sara bertindak tergesa-gesa. “Karena tekanan, Sara ini mengundurkan diri secara lisan. Kemudian, secara administrasinya, tidak ada surat tertulis pengunduran diri,” katanya. Ia juga menegaskan bahwa opini publik tentang pernyataan Sara di siniar sudah banyak dimanipulasi. Video yang beredar, katanya, adalah versi suntingan lama yang memberi kesan keliru.

Jadi, meskipun sempat didera hujatan dan menyatakan mundur dengan penuh penyesalan, Sara kini justru “diminta bertahan” oleh partai dan parlemen. Dalam politik, rupanya bahkan niat mundur pun butuh izin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News