Kisah Grup WA ‘Mas Menteri’, Dari Rencana Digitalisasi Belajar ke Tersangka Korupsi Rp1,9 T

Kisah Grup WA ‘Mas Menteri’, Dari Rencana Digitalisasi Belajar ke Tersangka Korupsi Rp1,9 T

Grup WA “Mas Menteri” jadi awal proyek digitalisasi Kemendikbud. Kini, Nadiem Makarim terseret sebagai tersangka korupsi Rp1,9 triliun.-Foto: IG @jktinfo-

JAKARTA, PostingNews.id – Terkadang, perubahan besar tak selalu dimulai dari rapat formal atau dokumen negara. Di republik ini, langkah strategis bernilai Rp9,3 triliun justru bisa bermula dari grup WhatsApp. Grup berjudul “Mas Menteri Core Team”, dibentuk sekitar Agustus 2019, diduga menjadi cikal bakal proyek pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022.

Kini, proyek itu berbuah status tersangka bagi eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun.

Pada Kamis, 4 September 2025, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa Nadiem—ikon Merdeka Belajar sekaligus mantan bos Gojek—resmi masuk daftar tersangka. Tak main-main, Nadiem disebut pernah langsung bertemu dengan pihak Google untuk membicarakan proyek ini. Tapi alih-alih transformasi pendidikan, justru transformasi status hukum yang kini ia hadapi.

Kisah ini bermula saat grup WA “Mas Menteri Core Team” hanya diisi oleh Jurist Tan, Nadiem Makarim, dan Fiona Handayani. Isi obrolan grup itu merancang skema digitalisasi pendidikan, jauh sebelum Nadiem resmi menjadi menteri. Sebuah pra-rencana visioner, jika saja ujungnya tidak menabrak hukum.

BACA JUGA:Nadiem Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi Chromebook, Merdeka Belajar Berujung Jeruji Besi

Pada 19 Oktober 2019, Nadiem pun resmi dilantik menjadi Mendikbud, yang lalu berubah jadi Mendikbudristek di 2021. Jurist Tan, loyalis sejak grup WA, diangkat jadi staf khusus pada 2 Januari 2020 hingga Oktober 2024. Dari sinilah, saga Chromebook dimulai.

Konsultan “Warung Teknologi”, Rapat Zoom, dan OS Chrome

Desember 2019, Jurist sudah aktif mewakili Nadiem. Ia bertemu saksi Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), untuk membicarakan pengadaan sistem operasi Chrome OS. Jurist lalu menggandeng Ibrahim Arief, tenaga PSPK, untuk dijadikan konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek—nama yang terdengar seperti startup, tapi ternyata punya jalur langsung ke APBN.

Juli 2025, penyidik Kejagung mengungkap bahwa Jurist dan Fiona memimpin sejumlah rapat Zoom, mengarahkan direktur-direktur Kemendikbudristek untuk menggunakan OS Chrome. Semua keputusan itu dikoordinasikan dari layar laptop, mungkin sambil ngopi sore.

Padahal, menurut hukum pengadaan, staf khusus menteri tak punya kewenangan dalam perencanaan barang dan jasa. Tapi dalam versi digitalisasi ini, tampaknya wewenang bisa di-download dulu, baru di-install belakangan.

BACA JUGA:Nadiem Makarim Dipanggil Lagi, Kejagung Masih Belum Puas Ngulik Chromebook Rp9,9 Triliun

Bertemu Google dan Arahkan Kajian Tim Teknis

Februari dan April 2020, Jurist bertemu pihak Google: WKM dan PRA. Atas perintah langsung dari Nadiem Makarim, mereka membahas teknis pengadaan TIK dan co-investment 30 persen dari Google—tentu dengan syarat pakai Chrome OS.

Dalam rapat daring 17 April 2020, Ibrahim Arief diduga memengaruhi tim teknis dengan demo canggih Chromebook. Kajian pertama yang tak menyebut Chrome OS ditolak. Barulah kajian kedua lahir sesuai arahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News