Luka di Kepala, Limpa Rusak, dan Igauan Minta Ampun, Misteri Kematian Mahasiswa Unnes

Luka di Kepala, Limpa Rusak, dan Igauan Minta Ampun, Misteri Kematian Mahasiswa Unnes

Iko Juliant Junior, mahasiswa FH Unnes, meninggal setelah kritis dan mengigau minta ampun. Sebelumnya, ia diantar Brimob ke RS dalam kondisi luka parah.-Foto: IG @fhunnes-

Menurut keterangan resmi Polda Jateng, operasi ini digelar menyusul kekhawatiran akan adanya serangan terhadap markas mereka. Namun cara bertindaknya, menurut sejumlah saksi mata, sangat menyerupai kekerasan jalanan, antara lain dengan helm dilempar, motor ditendang, hingga warga dijatuhkan lalu dipukuli secara brutal.

“Seram banget, banyak banget kekerasan. Orang-orang melintas ditarik sampai jatuh, terus ada yang dipukulin,” ujar Indah (24), warga yang kebetulan melintas di lokasi pada Sabtu petang.

Bukan hanya menahan, aparat juga disebut melakukan penghadangan secara aktif terhadap warga sipil yang mengenakan pakaian gelap—meski mereka hanya pengendara biasa. Beberapa orang ditarik dari motornya, dipiting dan dibawa paksa ke dalam kompleks Polda Jateng. Tidak jelas apakah mereka sebelumnya melakukan provokasi atau hanya sekadar berada di tempat yang salah pada waktu yang salah.

Dalam operasi ini, sebanyak 327 orang ditangkap. Tujuh di antaranya sempat ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam perusakan fasilitas kepolisian dan infrastruktur publik. Namun secara mengejutkan, seluruhnya dibebaskan pada Minggu malam, menandakan lemahnya bukti atau potensi kesalahan tangkap.

Yang membuat semakin mengerutkan dahi adalah jawaban tidak tegas dari pihak kepolisian ketika ditanya apakah Iko termasuk salah satu dari ratusan yang ditangkap dalam operasi tersebut.

“Segera keluarganya atau utusannya merapat ke Kepolisian Resor Kota Besar Semarang atau ke Markas Polda Jateng untuk informasikan secara resmi kejadian tersebut guna penyelidikan atas informasi tersebut,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Artanto.

Ke Mana Arah Penyelidikan?

Sampai kini, belum ada jawaban memuaskan dari kepolisian terkait apakah Iko menjadi korban salah tangkap, korban kekerasan saat penahanan, atau murni kecelakaan seperti narasi awal yang dilontarkan.

Yang jelas, kesaksian warga, luka parah di tubuh Iko, dan igauannya minta ampun sebelum wafat membentuk simpul tragis yang tidak bisa dianggap enteng.

Situasi ini menunjukkan adanya gap besar antara tindakan represif aparat dan jaminan keselamatan sipil terutama di tengah gelombang demonstrasi yang kian meluas di berbagai kota.

Jika tidak diusut dengan transparan dan akuntabel, kasus seperti Iko bukan hanya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News