Beda Jauh Data Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS, Ahli Tawarkan Solusi Rekayasa Sosial

Namun, Bank Dunia merilis angka yang jauh lebih besar: 194 juta orang atau sekitar 68,2 persen rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional.--Istimewa
POSTINGNEWS.ID - Publik dikejutkan oleh perbedaan mencolok dalam data kemiskinan Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka penduduk miskin per Maret 2025 sebesar 23,85 juta jiwa atau 8,74 persen dari total populasi.
Namun, Bank Dunia merilis angka yang jauh lebih besar: 194 juta orang atau sekitar 68,2 persen rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional.
Selisih yang sangat besar ini menimbulkan pertanyaan besar: mana yang mencerminkan realita?
BACA JUGA:Bukan Asal Klaim! Prabowo Sebut Angka Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia Menurun
CELIOS: Data BPS Menyesatkan Kebijakan Publik
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menyebut bahwa data BPS bisa menyesatkan pengambilan kebijakan negara. Pasalnya, definisi kemiskinan versi BPS dianggap terlalu sempit karena hanya menghitung dari sisi pengeluaran per kapita.
“Kalau hanya 23 juta yang dianggap miskin, perlindungan sosial dalam RAPBN bisa tidak ditingkatkan. Padahal banyak warga hidup dalam kesulitan nyata,” ujarnya.
BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp609.160 per bulan atau sekitar Rp20.305 per hari.
Padahal, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. Akibatnya, banyak masyarakat yang hidup “nyaris miskin” tidak tercatat sebagai penerima bantuan sosial karena dianggap di atas garis.
Ahli IPB: Butuh Rekayasa Sosial Partisipatif
Merespons kompleksitas ini, Guru Besar Sosiologi Pedesaan IPB University, Prof. Lala Kolopaking, mengusulkan solusi melalui pendekatan rekayasa sosial partisipatif
Menurutnya, kemiskinan tidak cukup diatasi dengan data statistik dan intervensi pemerintah semata.
“Karena kemiskinan adalah persoalan sosial, maka harus diselesaikan dengan gerakan sosial. Di sinilah pentingnya rekayasa sosial partisipatif,” kata Prof. Lala.
Apa Itu Rekayasa Sosial Partisipatif?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News