Beda Jauh Data Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS, Ahli Tawarkan Solusi Rekayasa Sosial

Namun, Bank Dunia merilis angka yang jauh lebih besar: 194 juta orang atau sekitar 68,2 persen rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional.--Istimewa
Rekayasa sosial partisipatif adalah pendekatan yang menempatkan masyarakat bukan sebagai objek pasif, tapi sebagai subjek yang ikut merancang, menjalankan, dan mengevaluasi program sosial. Ini mencakup:
1. Pengelolaan program dari hulu ke hilir: mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
2. Peran aktif masyarakat: warga dilibatkan sebagai pengambil keputusan lokal.
3. Pembangunan kesadaran kritis: agar masyarakat punya daya tahan terhadap kemiskinan struktural.
Dalam seminar yang sama, Prof. Hermanto Siregar, Guru Besar Ekonomi Makro IPB University, menambahkan bahwa sinergi kebijakan fiskal dan moneter juga penting.
“Pemerintah harus punya kebijakan pro-warga berpendapatan rendah. Subsidi, belanja sosial, hingga pajak progresif harus dikombinasikan dengan moneter yang jaga inflasi dan suku bunga,” ujarnya.
Tanpa kombinasi itu, tekanan global seperti resesi, pengangguran, dan inflasi pangan akan memperburuk kondisi rakyat miskin.
Kesenjangan data antara Bank Dunia dan BPS bukan sekadar perbedaan metodologi.
Ini adalah alarm keras bahwa banyak warga Indonesia mungkin hidup dalam kemiskinan, tapi tak terlihat dalam statistik resmi.
Ahli-ahli dari IPB University sepakat bahwa mengandalkan data lama dan garis kemiskinan yang terlalu rendah bukanlah jawaban.
Yang dibutuhkan sekarang adalah pendekatan baru: rekayasa sosial yang partisipatif, terintegrasi, dan berkelanjutan.
Karena sesungguhnya, menghapus kemiskinan bukan sekadar soal angka—tapi soal keberpihakan dan keterlibatan semua pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News