Di Haul Gus Dur, Alissa Wahid Sentil Konsesi Tambang yang Bikin PBNU Pecah
Alissa Wahid menyinggung konsesi tambang dalam konflik PBNU saat Haul Gus Dur, mengingatkan NU agar tetap kritis terhadap kekuasaan.-Foto: IG @jaringangusdurian-
JAKARTA, PostingNews.id — Suasana Haul ke-16 Gus Dur di Ciganjur malam itu tidak hanya dipenuhi doa dan kenangan, tetapi juga kegelisahan. Di tengah lantunan tahlil dan ingatan pada sosok besar Nahdlatul Ulama, satu isu mencuat pelan tapi tajam. Soal konsesi tambang yang belakangan menyeret PBNU ke pusaran konflik di tingkat paling atas.
Putri sulung Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, memilih berbicara lugas. Ia tidak berteriak, tidak pula menyebut nama. Namun arah ucapannya jelas. Di saat warga NU sedang diliputi keprihatinan akibat drama kepemimpinan yang tak kunjung reda, ingatan tentang Gus Dur kembali menguat.
“Hari-hari ini di kala seluruh warga NU sedang prihatin atas drama yang terjadi di pucuk kepemimpinannya, sudah pasti kita ingat Gus Dur,” ucap Alissa di hadapan jamaah, Sabtu 20 Desember 2025.
Bagi Alissa, konflik yang kini membelit PBNU terasa kontras dengan jejak kepemimpinan ayahnya. Ia mengingatkan bagaimana NU di bawah Gus Dur tidak pernah diposisikan sekadar sebagai organisasi yang mengurus jamaah sendiri. NU, kata dia, justru bergerak sebagai kekuatan masyarakat sipil yang berdiri di garis depan, terutama saat negara berada di bawah tekanan rezim Orde Baru.
BACA JUGA:Pengamat Nilai Bahlil Lagi Kirim Sinyal Keras, Golkar Ingin Tampil Paling Setia ke Prabowo
Pada masa itu, Gus Dur memilih membuka dialog lintas iman. Ia merajut kerja sama dengan pemuka agama lain untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat, bukan demi kepentingan golongan. Bahkan ketika Gus Dur berada di kursi presiden, arah kebijakannya tetap sama. Tidak ada karpet merah, tidak ada perlakuan istimewa untuk NU.
“Bahkan saat Gus Dur jadi Presiden pun, tidak ada kebijakan yang memberikan privilege ke NU. Jangankan merayu dengan memberi konsesi tambang, Gus Dur justru mengingatkan warga NU bahwa NU harus terus kritis kepada penguasa,” ujar Alissa.
Nada suaranya mengeras ketika ia menyinggung perubahan arah yang kini ia lihat. Menurut Alissa, Gus Dur pernah menyampaikan kegundahan karena NU dianggap terlalu sibuk mencari kedekatan dengan kekuasaan, alih-alih menjaga jarak kritis dan mencari berkah dari Allah. Kegundahan itu, kata dia, terasa relevan hari ini.
“Dan sekarang kita lihat bahwa konsesi tambang menjadi simpul konflik besar pada kepemimpinan NU. Padahal Gus Dur menegaskan bahwa para Kyai dan Nyai NU tidak memikirkan keadaan mereka sendiri tetapi selalu memikirkan keadaan bangsa,” imbuhnya.
BACA JUGA:Prabowo Terlalu Kuat, Golkar Pilih Setia daripada Coba Peruntungan Baru untuk Pilpres 2029
Bagi Alissa, konsesi tambang bukan sekadar urusan ekonomi atau administratif. Isu itu menjelma simbol tarik-menarik arah NU. Apakah tetap berdiri sebagai penyeimbang kekuasaan, atau justru terseret lebih jauh ke orbit kepentingan politik dan ekonomi. Ia mengingatkan pesan Gus Dur agar NU tidak kehilangan keseimbangan dalam berhubungan dengan negara.
“Kekuatan NU ada pada tradisi warganya yang selalu siap memberikan segala-galanya kepada negara. Semoga para pemimpin NU kembali tersadar, atas warisan mulia yang diembannya dari para masyaikh,” tandasnya.
Peringatan itu datang di saat kondisi PBNU sedang tidak baik-baik saja. Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu tengah menghadapi dualisme kepemimpinan. Kubu Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar telah menunjuk penjabat ketua umum baru. Sementara kubu Ketua Umum PBNU Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Gus Yahya menolak keputusan tersebut karena menilai proses pemberhentiannya tidak melalui muktamar.
BACA JUGA:50 Ribu Rumah Diserahkan, Prabowo Akui soal 29 Juta Warga yang Belum Punya Hunian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News