Panas! Disebut 'Asbun' & Bikin Malu Presiden, Dirjen Gakkum Disemprot Warga Tesso Nilo Soal Pengosongan Lahan

Panas! Disebut 'Asbun'  & Bikin Malu Presiden, Dirjen Gakkum Disemprot Warga Tesso Nilo Soal Pengosongan Lahan

Taman Nasional Tesso Nilo yang hancur akibat pembalakan liar--

POSTINGNEWS.ID --- Konflik Perebutan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, kini memasuki fase "Perang Terbuka". Bukan lagi sekadar adu argumen, ketegangan antara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan warga setempat sudah menjurus pada saling ancam dan serangan verbal yang tajam.

Pemicunya adalah ultimatum keras dari Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, yang mengancam akan mempidanakan warga yang menolak angkat kaki.

Pernyataan ini langsung dibalas dengan serangan balik yang tak kalah pedas oleh Abdul Aziz, Sekjen Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI). Aziz menilai pejabat negara tersebut tidak paham aturan dan justru memperkeruh suasana.

Simak 3 babak panas perseteruan di Tesso Nilo yang sedang menjadi sorotan nasional ini!

BACA JUGA:Pangalengan Mendadak Botak, Dedi Mulyadi Tegur PTPN Jangan Coba-coba Main Alih Fungsi Lahan

1. Serangan Balik Warga: "Jangan Asbun!"

Abdul Aziz, yang menjadi juru bicara warga, tidak terima rakyat diancam pidana. Ia meminta Dirjen Gakkum untuk berhati-hati dalam berbicara dan tidak asal bunyi (asbun).

Menurut Aziz, ancaman kepada rakyat kecil justru mencoreng wibawa pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.

"Dirjen Gakkum jangan asbun (asal bunyi). Jangan mengancam-ancam masyarakat. Kalau enggak paham aturan, jangan ngomong, jangan bikin malu Presiden Prabowo Subianto," semprot Aziz, Minggu (30/11).

BACA JUGA:Pakar UGM Ingatkan Euforia Bobibos: Jangan Ulangi Kesalahan Blue Energy

2. Kemenhut: "Menolak Pindah = Pidana!"

Di sisi lain, Kemenhut merasa sudah cukup bersabar. Dwi Januanto menegaskan bahwa operasi pemulihan ekosistem Tesso Nilo harus jalan terus. Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) diturunkan untuk merelokasi permukiman dan meratakan kebun sawit ilegal di dalam kawasan konservasi.

Pemerintah menawarkan opsi:

Kooperatif: Warga direlokasi dan diberdayakan lewat skema kesejahteraan sosial.

Menolak/Melawan: Proses hukum pidana menanti.

"Kalau nanti sifatnya pidana, ya akan proses-proses tahapan penyidikan akan ke sana (penetapan tersangka)," ancam Dwi Januanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share