Jokowi Sebut Whoosh Investasi Sosial, Demokrat: Siapa yang Bayar Kalau Bukan Negara?

Jokowi Sebut Whoosh Investasi Sosial, Demokrat: Siapa yang Bayar Kalau Bukan Negara?

Jokowi sebut Whoosh sebagai investasi sosial. Demokrat tanya tegas siapa yang akan menanggung kerugian proyek jika bukan APBN dan negara.-Foto: IG @jokowi-

JAKARTA, PostingNews.id – Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, kembali menyoroti nasib proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh yang kini disebut tengah menanggung kerugian besar. Legislator dari Partai Demokrat itu meminta pemerintah menjelaskan dengan tegas siapa yang akan menanggung kerugian tersebut, karena menurutnya sampai hari ini belum ada kejelasan siapa yang menalangi beban finansial proyek transportasi prestisius itu.

Pernyataan Herman muncul sebagai respons terhadap pandangan mantan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa transportasi massal seperti Whoosh tidak seharusnya diukur dari laba, melainkan dari manfaat sosial atau social return on investment.

Bagi Herman, argumen itu bisa diterima, tetapi persoalannya kini bukan lagi soal visi, melainkan siapa yang akan membayar tagihan. “Itu fine, menurut saya. Artinya, reasoning apa pun untuk terwujudnya (kereta cepat Whoosh), ini sudah lewat gitu. Kan kondisi hari ini adalah rugi. Nah, rugi ini siapa yang akan menalangi?” ujarnya di Gedung DPR, kawasan Senayan, pada Jumat, 31 Oktober 2025.

Herman mengakui bahwa secara konsep, Whoosh memang memiliki nilai manfaat jangka panjang bagi masyarakat, terutama dalam hal efisiensi waktu dan produktivitas. Namun, ia tetap menegaskan bahwa harus ada kejelasan mengenai tanggung jawab finansial. Sebab, sampai sekarang, angka kerugian terus disebut bertambah tanpa arah penyelesaian yang pasti.

BACA JUGA:Belasan Anggota FPI Datangi Komnas HAM, Tuntut Keadilan untuk 6 Laskar yang Gugur di KM 50

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR itu juga mengingatkan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk menutup beban utang Whoosh. Menurut Herman, posisi pemerintah justru terlihat rancu karena proyek tersebut berstatus proyek strategis nasional.

“Kalau kemudian bahwa ini adalah proyek strategis nasional, kemudian sebagai investasi sosial, maka semuanya kerugian ditanggung oleh negara melalui APBN. Fine, enggak ada masalah,” katanya.

Namun, yang menjadi persoalan, lanjut Herman, adalah siapa yang akan membayar kerugian itu jika APBN tidak digunakan.

“Ini kan masalahnya sekarang rugi siapa, ketika Pak Purbaya mengatakan APBN tidak lagi ingin membiayai itu, ya kepada siapa? Pada akhirnya hari ini, menurut saya, kami serahkan kepada pemerintah, bagaimana pemerintah akan menyikapi ini,” ujarnya.

BACA JUGA:Pansus DPRD Pati Minta Sudewo Berhenti Sementara dari Kursi Bupati

Ia menambahkan bahwa pemerintah bersama Badan Pengelola Investasi Danantara perlu memberi kepastian terkait sumber dana untuk menalangi kerugian Whoosh. Herman menilai tidak semestinya keuntungan dari perusahaan BUMN lain digunakan untuk menutup utang proyek ini.

Menurutnya, kebijakan semacam itu justru akan menimbulkan ketidakadilan antar perusahaan pelat merah yang sama-sama berjuang menjaga kinerja di tengah ekonomi yang belum stabil.

Herman juga menegaskan bahwa BAKN DPR akan memanggil PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), selaku konsorsium pengelola Whoosh, untuk dimintai keterangan resmi. “Kami akan meminta keterangan dan informasi mengenai langkah-langkah strategis ke depan yang bisa dibangun supaya ini tidak rugi, karena ruginya akan panjang,” katanya.

Sementara itu, Jokowi sebelumnya kembali membela proyek Whoosh yang sempat menjadi simbol kebanggaan pemerintahannya. Ia menegaskan bahwa pembangunan kereta cepat adalah bagian dari solusi untuk mengatasi kemacetan kronis di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News