PPPA Ungkap Akar Kekerasan Perempuan dan Anak: Bukan Emosi, Tapi Ekonomi

PPPA Ungkap Akar Kekerasan Perempuan dan Anak: Bukan Emosi, Tapi Ekonomi

Menteri PPPA Arifah Choiri Fauzi sebut banyak kekerasan terhadap perempuan dan anak berawal dari tekanan ekonomi, bukan semata emosi rumah tangga.-Foto: IG @arifah.fauzi-

JAKARTA, PostingNews.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Choiri Fauzi mengungkapkan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia berakar pada masalah ekonomi. Ia menilai tekanan hidup akibat faktor ekonomi sering menjadi pemicu persoalan sosial yang lebih luas di masyarakat.

“Kami melakukan analisis internal bahwa salah satu penyebab tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah faktor ekonomi,” ujar Arifah setelah menghadiri Rapat Tingkat Menteri di Kantor Kemenko Pemberdayaan Masyarakat pada Senin, 27 Oktober 2025.

Menurutnya, ketika ekonomi keluarga terguncang, dampaknya bisa merembet ke banyak aspek lain. “Karena faktor ekonomilah ini merambah ke mana-mana,” kata dia.

Sebagai langkah konkret, Arifah mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan agar mereka lebih mandiri dan terlindungi dari situasi rentan. Ia mengatakan pemerintah kini tengah memperkuat kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk menekan angka kekerasan berbasis gender. 
BACA JUGA:Biaya Haji 2026 Turun Sejuta, Pemerintah Klaim Sudah Efisien Maksimal

“Semua harus kolaborasi dan bersinergi bagaimana kita menyelesaikan persoalan-persoalan di tingkat desa,” ujarnya.

Arifah juga menyinggung program “Ruang Bersama Indonesia” yang diinisiasi oleh Kementerian PPPA sebagai wadah koordinasi lintas sektor agar kementerian tak berjalan sendiri-sendiri. “Setelah ini, bukan hanya dengan Kementerian PPPA, tetapi beberapa kementerian akan kita sinergikan. Ayo bersama-sama menyelesaikan persoalan di tingkat desa,” kata Arifah.

Sebagai contoh, ia menyoroti penanganan stunting yang sering dianggap hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan, padahal peran perempuan juga sangat krusial. “Stunting bukan hanya tugas dari Kementerian Kesehatan, tetapi bagaimana perempuan-perempuan, ibu-ibu sebagai manajer dalam keluarga diberikan pemahaman tentang makanan sehat, ketahanan pangan keluarga, dan sebagainya,” tuturnya.

Arifah berharap kerja sama lintas kementerian ini benar-benar berdampak, bukan hanya berhenti di proyek percontohan atau pilot project semata. Ia ingin pendekatan berbasis desa menjadi gerakan nasional agar perempuan bisa lebih berdaya secara ekonomi dan sosial.

BACA JUGA:Relawan Jokowi Panas: Penuding Ijazah Palsu Harus Dicap Teroris

“Mudah-mudahan setelah ini kolaborasi akan berlanjut, bukan hanya di pilot project, tapi juga di desa-desa yang sudah ditentukan. Kita turun bersama, kerja bersama, kolaborasi menyelesaikan persoalan di tingkat desa, khususnya di sektor ekonomi,” ucap Arifah.

Ia menegaskan, jika akar masalahnya adalah ekonomi, maka solusinya tidak bisa lagi berhenti di seminar atau kampanye kesadaran. Harus ada lapangan kerja, pelatihan keterampilan, dan akses ekonomi yang nyata—karena, seperti yang diakui Arifah, kekerasan sering kali berawal dari dapur yang kosong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News