Gerakan 17+8 Jadi Mesin Kontrol Kekuasaan Baru Bagi Demokrasi Indonesia

Gerakan 17+8 bukan sekadar demo, tapi berubah jadi mesin kontrol kekuasaan baru bagi demokrasi Indonesia di era digital.-Foto: IG @kontras_update-
Bukan Sekadar Potong Tunjangan DPR
Arie mengingatkan bahwa meski DPR sudah menerima mahasiswa di Senayan pada 3 September lalu dan Mensesneg Prasetyo Hadi membuka pintu dialog di Istana sehari setelahnya, langkah itu belum cukup. Mengumpulkan ketua umum partai politik atau mencopot anggota DPR memang bisa meredakan tekanan, tapi bukan solusi.
Akar masalah, katanya, jauh lebih dalam, yakni anggaran tak tepat sasaran, lapangan kerja seret, program besar yang memboroskan seperti Makan Bergizi Gratis dan Danantara.
BACA JUGA:Hal-hal yang Perlu Diketahui Isi Pertemuan Mahasiswa dengan Pemerintah di Istana
Bahkan, pengerahan militer ke ibu kota hanya menciptakan stabilitas semu. “Risiko korsleting baru akan terjadi,” ujarnya.
Arie menyebut masyarakat kini jauh lebih cerdas. Mereka bukan hanya turun ke jalan, tapi juga membangun sistem pemantauan online. Ini membuktikan demokrasi ikut bertransformasi dengan teknologi.
Namun, tanpa respons tepat dari pemerintah, semua itu bisa berbalik jadi ancaman krisis baru. Publik sudah menunggu, dan anak-anak muda terus mengawal 17+8. Pertanyaannya tinggal satu, mau dijawab dengan reformasi nyata atau hanya dengan kata-kata manis di podium?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News