Risma Buka Peta Bencana, Katanya Hampir Tak Ada Wilayah Indonesia yang Benar-Benar Aman
Risma mengungkap hampir seluruh wilayah Indonesia rawan bencana. Cerita peta BMKG, pengalaman lapangan, hingga pelajaran mitigasi.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Ketua DPP PDI Perjuangan Tri Rismaharini membuka ceritanya dengan nada yang tidak main-main. Hampir seluruh wilayah Indonesia, kata dia, berdiri di atas potensi bencana. Bukan satu dua daerah, melainkan nyaris tanpa kecuali. Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri Seminar Mitigasi Bencana dan Pertolongan Korban yang digelar DPP PDIP di Jakarta.
Risma bercerita, kesimpulan itu bukan lahir dari dugaan atau perasaan. Saat masih menjabat Menteri Sosial di Kabinet Indonesia Maju, ia melihat langsung peta daerah rawan bencana yang disusun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, serta peta serupa dari Kementerian Perhubungan. Dari sana, gambaran Indonesia sebagai negeri rawan bencana tampak terang benderang.
“Ternyata hampir semua wilayah kita di Indonesia ini tidak ada yang lolos dari bencana,” kata Risma di Jakarta International Equestrian Park, Jakarta, Jumat 19 Desember 2025.
Peta itu, menurut Risma, terasa mengerikan. Tapi justru dari sanalah PDIP memutuskan untuk menggelar seminar mitigasi bencana. Tujuannya bukan menakut-nakuti, melainkan mengajarkan cara bertahan. Baginya, hidup di wilayah rawan bencana bukan berarti menyerah pada nasib.
BACA JUGA:Kayu Sisa Banjir Tak Dibiarkan Mubazir, Pemerintah Putuskan Dipakai Bangun Hunian Korban
“Karena itu yang kami lakukan adalah bagaimana kita meskipun tinggal di daerah rawan bencana, kita bisa selamat,” ujarnya.
Risma menekankan bahwa peluang untuk selamat selalu ada. Kuncinya adalah mengenali karakter wilayah tempat tinggal. Dari situ, ia membawa hadirin mundur ke tahun 2004, ke Simeulue, Aceh, saat gempa besar mengguncang dan tsunami melanda.
Ia mengisahkan pertemuannya dengan warga Simeulue yang selamat dari bencana itu. Meski gempa berlangsung hingga tiga jam, korban di wilayah tersebut relatif sedikit.
“Saat terjadi bencana, itu kemudian terjadi gempa. Mereka lari ke tempat tinggi. Sehingga saat tsunami Aceh, korban di Simeulue meskipun pusatnya di sana, itu korbannya sangat sedikit,” kata Risma.
BACA JUGA:Prabowo Datangi Pengungsi di Agam Sumbar, Janji Sebulan Tak Ada Lagi Warga Tinggal di Tenda
Cerita itu bukan satu-satunya. Ia juga menyinggung kisah yang ia dengar dari seorang tokoh senior di Sumatera Barat. Tokoh tersebut bercerita bagaimana sebuah desa bisa terhindar dari korban besar saat banjir dan longsor datang. Tanda-tanda alam, kata Risma, sudah lebih dulu memberi isyarat.
“Saat air hujan mulai hujan, itu baunya beda. Itu seperti tanah yang tercampur, jadi tanah seperti yang baru keluar,” ujarnya menirukan penuturan tokoh tersebut.
Begitu mencium bau tanah yang tak biasa, pemerintah desa langsung bertindak. Warga diperintahkan mencari tempat aman. Hasilnya, meski wilayah itu menjadi salah satu yang paling parah diterjang banjir dan longsor, jumlah korban dapat ditekan.
Menurut Risma, pengalaman-pengalaman seperti ini seharusnya menjadi pelajaran bersama. Bukan hanya soal menyelamatkan diri saat bencana datang, tetapi juga soal bertahan hidup setelahnya. Ia menyinggung pentingnya kesiapan logistik, terutama makanan, ketika warga harus mengungsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News