Abolisi Tom Lembong, Rekonsiliasi Politik di Balik Langkah Prabowo

Abolisi Tom Lembong dan amnesti Hasto Kristiyanto jadi penanda rekonsiliasi elite. Langkah Prabowo disorot sebagai barter kekuasaan dan hukum.--Gambar dibuat oleh AI untuk Postingnews.id.
Alasan Resmi dan Sinyal Rekonsiliasi Politik
Pemerintah menyampaikan alasan resmi bahwa pemberian abolisi dan amnesti ini dilandasi semangat persatuan nasional menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan salah satu pertimbangan utama keputusan tersebut adalah keinginan untuk menciptakan suasana persatuan bangsa dalam rangka menyambut 17 Agustus 2025.
“Salah satunya tentu kita ingin ada persatuan, dan dalam rangka perayaan 17 Agustus,” kata Supratman di hadapan DPR.
Pemerintah seakan mengisyaratkan bahwa menghapus kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto adalah gestur rekonsiliatif untuk meredakan polarisasi politik pasca-Pemilu 2024.
Langkah ini pun dikoordinasikan dengan cepat. Supratman mengaku ia yang mengusulkan langsung kepada Presiden agar mengeluarkan abolisi dan amnesti tersebut demi kepentingan nasional.
Dalam konferensi pers dengan DPR, ia menyebut, “Semua yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum… kita ingin ada persatuan menyambut 17 Agustus”.
Pernyataan ini menegaskan bahwa keputusan berbau politis ini sengaja dikaitkan dengan momentum kenegaraan, seolah-olah menjadi “kado” kemerdekaan untuk merajut kembali persatuan usai kontestasi politik.
Di luar alasan seremonial, publik membaca isyarat kuat bahwa motif politik rekonsiliasi lah yang dominan. Herdiansyah menilai keputusan Prabowo memberi abolisi dan amnesti tersebut cenderung merupakan bentuk tukar-menukar kepentingan politik antara Presiden dengan kubu oposisi.
BACA JUGA:Kebijakan Baru: 3 Bulan Tanpa Transaksi, Rekeningmu Bisa Kena Blokir!
“Jadi ada semacam dagang politik antara Presiden dan lawan-lawan politiknya,” dugaan Herdiansyah Hamzah ketika melihat timing dan siapa penerima pengampunan.
Memang, kedua penerima pengampunan itu berasal dari kubu yang berseberangan dengan Prabowo saat Pilpres. Hasto mewakili PDIP (partai yang mengusung capres rival Prabowo) dan Tom Lembong diketahui dekat dengan Anies Baswedan (capres lainnya). Keduanya pun sejak awal proses hukum mengaku tidak bersalah dan merasa dikriminalisasi.
Tom Lembong, misalnya, divonis bersalah meski dalam amar putusan tidak ditemukan bukti niat jahat (mens rea) sehingga banyak pakar menilai vonis tersebut lemah secara hukum.
Sejak kasusnya bergulir, muncul berbagai kejanggalan dan tudingan bahwa kasus Tom Lembong bermotif politik, apalagi diketahui ia pernah menjadi tim sukses Anies Baswedan dalam Pilpres 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber