Penjelasan Kemenkeu Soal Piutang Rp800 Miliar Jusuf Hamka

Penjelasan Kemenkeu Soal Piutang Rp800 Miliar Jusuf Hamka

Jusuf Hamka.--Youtube/Denny Sumargo

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Polemik antara Jusuf Hamka dan Kementerian Keuangan terkait utang sebesar Rp 800 miliar semakin memanas.
 
Jusuf Hamka, pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, menjelaskan bahwa utang tersebut berasal dari deposito perusahaan di Bank Yakin Makmur (Bank Yama) yang tidak pernah diganti setelah bank tersebut dilikuidasi pada krisis moneter tahun 1998.
 
Pemerintah berpendapat bahwa Citra Marga Nusaphala terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yaitu Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau Tutut Soeharto.
 
Namun, Jusuf Hamka membantah tudingan tersebut.
 
Ia kemudian mengajukan gugatan dan memenangkannya di Mahkamah Agung pada tahun 2015.
 
 
Pemerintah diwajibkan membayar deposito CMNP beserta bunganya sebesar dua persen per bulan.
 
Jusuf juga mengklaim telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan pada 2019-2020 untuk menagih pembayaran utang tersebut.
 
Namun, ia mengaku bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan selalu sulit dihubungi dengan alasan masih melakukan verifikasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
 
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menjelaskan bahwa utang negara sebesar Rp 800 miliar terkait Citra Marga Nusaphala Persada sebelumnya dikelola oleh Siti Hardiyanti Rukmana.
 
"Sejak awal kami menghindari penyebutan Jusuf Hamka. Karena saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik atau pengurus saat itu yang bertanggung jawab," cuit Yustinus di Twitter, Rabu (14/6).
 
 
Yustinus menjelaskan bahwa Siti Hardiyanti Rukmana saat itu menjabat sebagai Komisaris Utama Citra Marga Nusaphala Persada (1987-1999) dan juga terdaftar sebagai pemilik saham melalui PT Citra Lamtoro Gung.
 
Selain itu, Siti Hardiyanti Rukmana juga dikatakan sebagai pemegang saham pengendali Bank Yakin Makmur.
 
Menurutnya, terdapat tiga entitas yang dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana yang memiliki utang pada sindikasi bank.
 
Bank sindikasi tersebut menerima bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dan masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
 
Bank Yama juga menerima bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dan menjadi bagian dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional serta Badan Beku Kegiatan Usaha (BBKU).
 
 
Siti Hardiyanti Rukmana sebagai penanggung jawab Bank Yama diharuskan menyelesaikan kewajibannya dan dinyatakan selesai setelah mendapatkan surat keterangan lunas pada tahun 2003.
 
Yustinus juga menjelaskan bahwa keterlibatan keluarga Siti Hardiyanti Rukmana dalam Citra Marga Nusaphala Persada dilanjutkan oleh anaknya, Danty Indriastuty P, sebagai komisaris sejak tahun 2001.
 
“Ini yang ditagih hingga kini," jelasnya.
 
Pada saat itu, diketahui bahwa terdapat tiga entitas yang dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana yang memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan oleh BPPN.
 
Sengketa dimulai ketika BPPN enggan membayar deposito Citra Marga Nusaphala Persada karena menganggap terafiliasi dengan Siti Hardiyanti Rukmana sebagai Direktur Utama Citra Marga Nusaphala Persada dan Komisaris Utama Bank Yama.
 
 
Hal itu dianggap tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179 Tahun 2000 tentang penjaminan.
 
Sebagai hasilnya, Citra Marga Nusaphala Persada mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, termasuk Putusan PK MA pada tahun 2010.
 
Dalam hal ini, pemerintah terus berupaya menagih utang dari tiga entitas yang terafiliasi dengan Siti Hardiyanti Rukmana.
 
Usaha penagihan tersebut semakin dipercepat setelah Satuan Tugas Penanganan BLBI dibentuk, yang dipimpin oleh Mahfud MD.
 
"Semoga dapat dituntaskan era Presiden Jokowi ini," pungkas Yustinus.

Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News

Sumber: