Lho, MK Kok Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi Lima Tahun?
Jumat 26-05-2023,23:38 WIB
Foto: ANTARA Foto/Muhammad Adimaja--
JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan untuk memperpanjang masa
jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (
KPK) menjadi lima tahun.
Namun, mantan Komisioner
KPK Abraham Samad mengkhawatirkan bahwa perubahan ini berpotensi menghilangkan independensi
KPK sebagai lembaga antirasuah.
Menurut
Abraham Samad, meskipun
KPK sekarang menjadi bagian dari cabang eksekutif setelah revisi Undang-Undang
KPK, masih penting untuk mempertahankan pemisahan masa
jabatan antara
KPK dengan lembaga eksekutif lainnya.
Ia berpendapat bahwa hal ini didasarkan pada dasar filosofi dan sosiologis pendirian
KPK.
“Oleh karena itu, kalau Mahkamah Konstitusi memutuskan format pimpinan
KPK lima tahun, berarti tidak ada lagi ciri khas sebagai lembaga independen,” kata Samad, Jum’at (26/5).
Samad juga menekankan pentingnya membedakan masa
jabatan pimpinan untuk menunjukkan bahwa
KPK merupakan lembaga eksekutif yang independen dan memiliki ciri khas sebagai lembaga penegak hukum.
“Karena ia (
KPK) menjadi
role model bagi lembaga negara lainnya,” ujar Ketua
KPK periode 2011-2015 itu.
Saut Situmorang, mantan Komisioner
KPK lainnya, juga mempertanyakan argumen hukum yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam mengabulkan gugatan tersebut.
Ia menganggap alasan yang digunakan sebagai paradoks.
“Ini logikanya paradoks. Dibuat empat tahun itu biar ada
check and balance pimpinan sebelumnya,” kata bekas Wakil Ketua
KPK itu.
Menurutnya, skema empat tahun untuk masa
jabatan pimpinan
KPK seharusnya ada untuk memastikan adanya keseimbangan kekuasaan dengan pimpinan sebelumnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua
KPK Nurul Ghufron telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang
KPK.
Ghufron meminta agar batas usia minimal untuk calon pimpinan dihilangkan dan masa
jabatan kepemimpinan di
KPK disamakan.
Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan oleh Ghufron.
Alasannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa perpanjangan masa
jabatan tersebut diperlukan untuk menjaga independensi
KPK.
Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, mengkritik Putusan Mahkamah Konstitusi (
MK) Nomor 112/PUU-XX/2022, yang menurutnya memiliki nuansa politis terkait suksesi pemenangan Pemilihan Presiden 2024.
Denny mengkritik dua hal dalam putusan
MK tersebut, yaitu perpanjangan masa
jabatan dan batas usia pimpinan
KPK.
Menurut Denny, putusan tersebut bersifat retroaktif dan langsung berlaku sejak pembacaan putusan.
Denny menduga perpanjangan masa
jabatan Firli hanya bertujuan untuk mengamankan sejumlah kasus di
KPK hingga Pemilihan Presiden 2024 selesai.
Kasus-kasus tersebut diharapkan tidak menargetkan koalisi pemerintah, namun sebaliknya dapat menargetkan lawan atau oposisi.
"Maka strategi menjadikan
KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan, dan memukul lawan itu berpotensi berantakan," kata Denny.
Denny juga mencatat substansi lain dalam putusan
MK terkait batas usia minimal pimpinan
KPK yaitu 50 tahun.
Namun, syarat ini dapat dikecualikan bagi petahana.
Misalnya, Nurul Ghufron, meskipun belum mencapai usia 50 tahun dalam periode kepemimpinan
KPK yang akan datang, tetap dapat mencalonkan diri karena ia saat ini menjabat.
Menurut Denny, putusan tersebut hanya menunjukkan inkonsistensi putusan
MK sebelumnya, bahwa masalah syarat usia diserahkan kepada pembuat undang-undang.
"Masalah batas umur minimal ini, persoalannya lebih sederhana, dan hanya menunjukkan inkonsistensi dari putusan-putusan
MK sebelumnya," kata Denny.
Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News
Sumber: