POSTINGNEWS.ID - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan kondisi produksi minyak Indonesia saat ini mengalami penurunan tajam dibandingkan masa kejayaannya di akhir 1990-an.
Menurutnya, situasi energi nasional telah berbalik dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak.
Bahlil menjelaskan, pada periode 1996 hingga 1997, Indonesia masih mampu memproduksi sekitar 1,6 juta barel minyak.
BACA JUGA:Ini Alasan GP Ansor Tetap Kekeuh Bela Sahara
Dengan angka sebesar itu, Indonesia termasuk dalam daftar negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
“Waktu itu konsumsi kita hanya sekitar 500 ribu barel per day. Jadi ada surplus produksi yang cukup besar dan kita bisa mengekspor sekitar satu juta barel lebih per day,” kata Bahlil dalam keterangannya.
Ia menuturkan, kondisi tersebut menjadi potret bagaimana Indonesia pernah memiliki posisi strategis dalam perdagangan minyak dunia.
BACA JUGA:Waduh Bisnis dan Investasi Bodong Ternyata Digerakkan oleh WNA Ilegal
Produksi dalam negeri yang tinggi membuat Indonesia kala itu tidak bergantung pada impor bahan bakar.
Namun, situasi berbeda terjadi pada tahun 2025. Bahlil menyebut produksi minyak nasional saat ini tidak lagi sebesar dulu.
Penurunan terus terjadi seiring menurunnya cadangan minyak dan keterbatasan eksplorasi di wilayah-wilayah baru.
BACA JUGA:Ratusan Penduduk Tangerang Ubah Kolom Agama di KTP Mereka
“Sekarang konsumsi BBM kita sudah naik jadi sekitar 1,6 juta barel per day, sedangkan lifting atau produksi kita hanya berkisar 600 ribu barel per day,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Indonesia kini harus mengimpor sekitar satu juta barel minyak untuk menutupi kebutuhan energi masyarakat.
Ketergantungan ini, kata Bahlil, menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan energi nasional.