Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa setelah berkonsultasi dengan para ahli, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pihaknya tidak menemukan adanya kerugian negara yang signifikan.
Hal inilah yang menjadi landasan kuat mengapa pasal korupsi dinilai tidak tepat untuk disematkan dalam kasus pemalsuan sertifikat tersebut.
Argumentasi ini juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.25/ PUU 14-2016 yang secara eksplisit menyatakan bahwa unsur kerugian negara wajib dibuktikan dalam setiap perkara korupsi.
BACA JUGA:Menaker: Mahasiswa Harus Punya Skill di Masa Depan, Bukan Cuma Ijazah!
"Sehingga melihat posisi kasus tersebut fakta yang dominan adalah pemalsuan dokumen dimana tidak menyebabkan kerugian negara terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut merupakan bukan merupakan tindak pidana korupsi," ucap Djuhandani di keterangan tertulis pada hari Kamis 10 April 2025.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa argumentasi ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, kasus pemalsuan sertifikat ini dinilai lebih tepat dijerat dengan prinsip hukum 'lex consumen derogat legi consumte', yakni asas didasarkan pada fakta-fakta dominan dalam suatu perkara.
Meskipun kasus pemalsuan sertifikat ini dinilai tidak menimbulkan kerugian finansial langsung bagi negara, dampaknya justru menghantam kehidupan masyarakat pesisir Tangerang yang terganggu aktivitas dan mata pencahariannya akibat keberadaan pagar laut yang membentang.
BACA JUGA:Katy Perry Cuma 11 Menit ke Luar Angkasa, Simak Cerita Serunya
“Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” terangnya.
Dengan argumentasi kuat soal ketiadaan kerugian negara secara langsung, penyidik Bareskrim Polri tetap mengirimkan berkas perkara kasus pemalsuan sertifikat pagar laut tersebut ke Kejaksaan Agung tanpa menyertakan pasal-pasal tindak pidana korupsi.
Mereka berpegang teguh pada pasal pemalsuan sebagai pasal utama dalam kasus ini.
"Penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kita sudah hari ini kita kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan," ungkapnya.
BACA JUGA:Hasil Miami E-Prix 2025: Pascal Wehrlein dari Porsche Motorsport Raih Puncak Podium!
Lebih lanjut, Djuhandani Rahardjo Puro menekankan bahwa polemik kasus pagar laut yang berakar pada pemalsuan sertifikat memiliki karakter yang berbeda jauh dengan dugaan suap atau gratifikasi.
Ia memastikan bahwa jika memang ditemukan indikasi korupsi, hal tersebut akan diselidiki secara terpisah melalui jalur penegakan hukum yang berbeda pula.