Survei Litbang Kompas Ungkap 31,2 Persen Publik Minta Infrastruktur Jadi Prioritas Pemulihan Sumatera
Survei Litbang Kompas mencatat 31,2 persen publik menilai infrastruktur dasar harus jadi prioritas utama pemulihan pascabencana di Sumatera.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id – Di tengah lumpur yang belum kering dan jalan yang belum sepenuhnya tersambung kembali, publik ternyata sudah punya jawaban sendiri soal apa yang paling mendesak setelah bencana melanda Sumatera. Infrastruktur dasar muncul sebagai pekerjaan rumah utama yang tak bisa ditunda-tunda lagi.
Sebanyak 31,2 persen publik menilai jalan, jembatan, listrik, dan air bersih sebagai sektor yang harus segera dibenahi dalam fase pemulihan pascabencana. Angka itu terekam dalam hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dirilis pada pertengahan Desember 2025. Infrastruktur dinilai bukan sekadar soal kenyamanan, tapi urat nadi agar wilayah terdampak bisa kembali bergerak.
Di bawahnya, pemulihan ekonomi masyarakat menempel ketat dengan 26,6 persen. Pilihan ini mencerminkan kegelisahan warga yang tak hanya kehilangan rumah, tetapi juga penghasilan. Layanan kesehatan dan pendidikan berada di posisi berikutnya dengan 24,2 persen, disusul sektor perumahan warga yang dipilih 13,3 persen responden.
Sementara itu, kebutuhan dasar dan logistik hanya dipilih 2,2 persen responden. Dukungan psikososial bahkan lebih kecil lagi dengan 2,1 persen. Angka-angka ini menggambarkan satu hal, publik tampaknya menilai fase tanggap darurat sudah lewat. Fokus kini bergeser ke soal bertahan hidup dalam jangka menengah dan panjang di wilayah terdampak Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
BACA JUGA:Ketika Hutan Ditebang Tanpa Ampun, Bencana pun Datang Tak Kenal Ampun
Di sisi lain, kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah juga muncul dengan wajah yang tidak sepenuhnya tunggal. Mayoritas responden menyatakan keyakinan bahwa pemerintah mampu menangani bencana di Sumatera tanpa harus bergantung pada bantuan asing.
Sebanyak 54,2 persen responden menyatakan yakin pemerintah bisa mengatasi bencana tersebut dengan kekuatan sendiri. Di dalam kelompok ini, 12,3 persen bahkan menyatakan "Sangat yakin". Namun keyakinan itu tidak sepenuhnya bulat. Masih ada 25,2 persen responden yang mengaku tidak yakin pemerintah mampu menangani bencana tanpa sokongan pihak luar. Bahkan 4,4 persen menyatakan "Sangat tidak yakin". Sisanya, sebesar 3,9 persen, memilih menjawab "Tidak tahu".
Penilaian publik juga menyentuh soal komitmen pemerintah pusat. Sebanyak 56,4 persen responden menilai pemerintah menjadikan penanganan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai prioritas nasional dengan komitmen yang kuat. Angka ini terbagi dari 25,8 persen yang menyatakan "Sangat Kuat" dan 30,6 persen yang menjawab "Kuat".
Namun hampir separuh lainnya memandang sebaliknya. Sebanyak 41,6 persen publik menilai komitmen pemerintah masih lemah. Rinciannya, 30,0 persen menyebut "Lemah" dan 11,6 persen menyatakan "Sangat Lemah". Adapun 2,0 persen responden lainnya kembali memilih jawaban "Tidak Tahu".
BACA JUGA:KemenHAM: Negara Baru Sentuh 600 Korban, Ribuan Kasus HAM Berat Masih Terjebak di Lorong Gelap
Data ini memberi gambaran bahwa kepercayaan publik berjalan beriringan dengan rasa waswas. Pemerintah dinilai mampu dan berkomitmen, tetapi di saat yang sama masih menyisakan ruang keraguan yang cukup besar di mata masyarakat.
Sebagai catatan metodologis, jajak pendapat ini dilakukan Litbang Kompas melalui wawancara telepon pada 8 hingga 11 Desember 2025. Sebanyak 510 responden dari 76 kota di 38 provinsi terlibat dalam survei ini. Sampel ditentukan secara acak dari panel responden Litbang Kompas, dengan proporsi disesuaikan jumlah penduduk di masing-masing daerah.
Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen, dengan margin of error sebesar ± 4,24 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meski begitu, kemungkinan kesalahan di luar pengambilan sampel tetap terbuka.
Di balik deretan angka tersebut, satu pesan terasa cukup jelas. Publik tidak hanya menunggu bantuan datang, tetapi juga ingin melihat pemulihan yang benar-benar menyentuh fondasi kehidupan. Jalan yang bisa dilewati, listrik yang menyala, air yang mengalir, dan ekonomi yang kembali bergerak. Di situlah, bagi banyak orang, pemulihan bencana benar-benar dimulai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News