Mengapa Afrika Jadi Markas Hewan Raksasa? Jawabannya Bukan Karena Subur

Mengapa Afrika Jadi Markas Hewan Raksasa? Jawabannya Bukan Karena Subur

Afrika memiliki banyak hewan raksasa bukan karena tanahnya subur, tetapi karena megafauna di benua ini berevolusi bersama manusia purba sehingga lebih tahan terhadap kepunahan.-Foto: Dok. Living on Earth-

JAKARTA, PostingNews.id — Kalau ada satu tempat di dunia yang masih terasa seperti halaman belakang Jurassic Park, jawabannya Afrika. Mulai dari gajah raksasa yang beratnya bisa bikin jembatan menyerah, sampai burung unta yang larinya nyaris bisa menyaingi motor bebek, semuanya ada di sana. 

Belum lagi gorila timur yang badannya seperti hasil gym seumur hidup, jerapah yang tingginya bikin kita merasa seperti kerdil, dan badak serta kuda nil yang bobotnya lebih dari satu ton. Afrika seperti menaruh semua hewan edisi jumbo dalam satu benua.

Tapi, meski terlihat impresif, semua raksasa modern ini sebenarnya masih kategori “pemain baru” kalau dibandingkan dengan superstar purba. Salah satu hewan darat terbesar yang pernah hidup justru bukan dari Afrika, melainkan Patagotitan mayorum, sauropoda raksasa dari Argentina yang hidup 100 juta tahun lalu. 

Untuk urusan burung raksasa, juaranya juga bukan Afrika, melainkan burung gajah raksasa dari Madagaskar yang punah baru sekitar seribu tahun lalu. Madagaskar itu pun terpisah dari Afrika. Jadi, jelas bahwa Afrika dulu bukan pemegang gelar raksasa sejati.

BACA JUGA:Pertanyaan Abadi Ayam vs Telur Akhirnya Kelar, Sains Bilang Jawabannya Tak Serumit Debat Warung

Pertanyaannya sekarang, kenapa Afrika bisa jadi rumah para raksasa yang masih hidup sampai sekarang? Padahal benua lain sudah banyak kehilangan makhluk-makhluk bongsor mereka. Rahasianya ternyata bukan karena Afrika lebih subur, lebih adem, atau lebih ramah hewan. Melainkan karena satu hal yang ironis, yaitu manusia purba.

Saat Homo sapiens muncul menjelang akhir zaman Kuarter, mereka membawa dampak ke mana pun mereka pergi: megafauna punah satu per satu. Tapi hewan Afrika punya keunggulan unik. Mereka berevolusi berdampingan dengan nenek moyang manusia purba. Artinya, sejak dulu mereka sudah belajar menghindari manusia, membaca bahaya, dan tidak gampang terbunuh seperti hewan besar di benua lain.

Sebuah studi tahun 2024 menyebut hewan di wilayah Paleotropik, yang mencakup Afrika Sub-Sahara dan Asia tropis, mengalami tingkat kepunahan paling rendah dibandingkan wilayah lain. Hewan besar di tempat lain yang kebetulan punya hubungan dekat dengan spesies Paleotropik juga cenderung bertahan lebih baik. 

Sebaliknya, hewan besar yang hidup di pulau, yang berbadan besar tapi polos, dan spesies berkaki datar justru paling banyak tumbang ketika manusia purba mulai menyebar dari Afrika.

BACA JUGA:Ahmad Ali Tegur Kader PSI, Katanya Jangan Manja Lagi Setelah Jokowi Lengser

Dalam studi itu dijelaskan “Kepunahan yang lebih tua dan didorong oleh hominin di Paleotropik (sebelum Pleistosen Akhir) mungkin telah menyaring spesies dengan kombinasi sifat yang rentan, membuat spesies Paleotropik dan kerabat non-Paleotropik mereka lebih tahan terhadap dampak manusia di kemudian hari,” jelas para peneliti.

Koevolusi antara manusia purba dan megafauna Afrika membuat hewan besar di benua itu berkembang menjadi makhluk yang lebih cerdik, lebih curiga, dan lebih jago kabur. Sifat-sifat itulah yang akhirnya menyelamatkan mereka ketika keturunan Homo sapiens menyebar ke seluruh dunia dan tanpa sadar membawa bencana bagi hewan besar.

Singkatnya, Afrika bukan sekadar benua yang punya hewan paling besar. Afrika adalah benua tempat hewan-hewan besar belajar bertahan hidup menghadapi predator paling mematikan yang pernah ada, yaitu manusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share