Luka yang Dipenjara Maskulinitas, Saat Laki-Laki Tak Berani Mengaku Jadi Korban Kekerasan Seksual

Luka yang Dipenjara Maskulinitas, Saat Laki-Laki Tak Berani Mengaku Jadi Korban Kekerasan Seksual

Beban maskulinitas membuat banyak laki-laki korban kekerasan seksual memilih diam. Nur Hasyim mengungkap jebakan budaya kuat yang membungkam mereka.-Gambar dibuat oleh AI untuk PostingNews.id-

JAKARTA, PostingNews.id — Tuntutan sosial agar laki-laki selalu tampil kuat, tegas, dan berkuasa ternyata menjadi jebakan yang menyakitkan. Ia membentuk penjara tanpa jeruji, yang membungkam banyak pria korban kekerasan seksual untuk tetap diam dan menanggung luka sendirian. Di bawah bayang-bayang stigma dan rasa malu, para korban ini sering kali memilih bungkam—bukan karena tidak ingin melawan, tetapi karena takut dianggap tidak lagi “jantan.”

Fenomena ini dikupas tajam oleh Co-Founder Aliansi Laki-Laki Baru, Nur Hasyim, dalam acara The Exist Talk bertajuk “Menghapus Stigma, Membangun Ruang Aman: Laki-Laki Korban Kekerasan Seksual juga Harus Speak Up”, pada Rabu, 12 November 2025. Menurut Hasyim, tembok terbesar yang menghalangi para korban laki-laki untuk bersuara bukan datang dari luar, tetapi dari konstruksi sosial tentang maskulinitas itu sendiri.

Ada keyakinan yang tertanam bahwa laki-laki sejati tidak boleh tampak lemah, apalagi mengaku pernah menjadi korban. “Laki-laki jika bersuara itu seperti meruntuhkan harga dirinya menjadi laki-laki,” ujarnya, menggambarkan beban psikologis yang berat bagi mereka yang ingin mencari pertolongan namun terkungkung oleh rasa malu.

Hasyim juga mematahkan mitos klasik bahwa semua laki-laki berada di puncak rantai kekuasaan sosial. Dalam kenyataannya, di antara komunitas laki-laki sendiri terdapat ketimpangan yang membuat sebagian dari mereka justru berada dalam posisi yang rentan. “Laki-laki itu tidak menikmati kekuatan yang sama,” kata Hasyim. Kerentanan itulah yang kerap dimanfaatkan oleh pelaku kekerasan, namun jarang diakui oleh masyarakat.

BACA JUGA:BGN Bongkar Fakta Baru, Anak Sekolah di Lembang Keracunan Gegara Melon Overdosis Nitrit

Ia menyebut bahwa kekerasan seksual terhadap laki-laki selama ini menjadi fenomena tersembunyi, nyaris tak terlihat, karena masyarakat tak menyediakan ruang aman untuk membicarakannya. “Jadi, kekerasan seksual laki-laki menjadi hidden, menjadi invisible,” ucapnya.

Dampaknya pun mengerikan. Para korban dipaksa berhadapan dengan trauma yang dalam tanpa dukungan sosial apa pun. Mereka bergulat sendirian, dihantui rasa bersalah dan takut kehilangan harga diri. Hasyim menambahkan, kelompok laki-laki yang dianggap feminin sering kali menjadi sasaran empuk, baik karena dianggap berbeda maupun karena mudah diberi label negatif.

Ia menegaskan, keberanian untuk bersuara adalah langkah awal yang tidak hanya menyembuhkan luka pribadi, tetapi juga memutus rantai kekerasan yang selama ini dibiarkan berulang dalam diam. Dalam dunia yang masih mengukur kejantanan dari kekuatan fisik dan kuasa, suara para korban laki-laki menjadi bentuk perlawanan paling berani—sebuah tanda bahwa keadilan seharusnya tidak mengenal jenis kelamin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News