Layanan Pembayaran BI Fast Makin Marak, DPR Ingatkan Risiko Kebocoran Data

Layanan Pembayaran BI Fast Makin Marak, DPR Ingatkan Risiko Kebocoran Data

DPR menyoroti BI Fast. Perlindungan konsumen dinilai perlu diperkuat untuk mencegah risiko kebocoran data dan kerugian pengguna.-Foto: Dok. PKS-

JAKARTA, PostingNews.id – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, menyoroti perlindungan konsumen dalam layanan BI Fast yang saat ini banyak digunakan masyarakat untuk transaksi digital. Ia memandang layanan tersebut memang memudahkan warga, tetapi pengawasannya belum cukup kuat karena Bank Indonesia berperan sekaligus sebagai pembuat aturan, pengawas, dan operator sistem pembayaran nasional.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak bahwa perlindungan konsumen menjadi kurang optimal. Terkait hal tersebut, Amin Ak menilai perlu adanya mekanisme pengawasan eksternal agar keamanan data dan hak pengguna tetap terjamin.

“BI Fast memang mempermudah transaksi digital masyarakat, namun sistem ini tidak boleh berjalan tanpa pengawasan independen. Kami mendorong agar ada lembaga independen yang dilibatkan dalam perlindungan konsumen BI Fast,” ujar Amin Ak di Jakarta, Selasa, 4 November 2025.

Amin kemudian memberi contoh bagaimana negara lain mengelola layanan pembayaran cepat dengan pemisahan peran yang jelas. Di Singapura, sistem FAST yang digunakan masyarakat dikelola oleh Asosiasi Bank Singapura, sementara pengawasannya dilakukan oleh Monetary Authority of Singapore. Perlindungan konsumen dijamin lewat aturan yang memungkinkan pengguna menuntut bila terjadi kebocoran data atau kerugian. Sistem tersebut juga diaudit rutin untuk memastikan keamanan sibernya terjaga.

BACA JUGA:Projo Merapat ke Gerindra, PDIP: Ada Sesuatu yang Disembunyikan Budi Arie?

Contoh lainnya datang dari Inggris, di mana Faster Payments Service dikelola bukan oleh bank sentral, melainkan lembaga independen Pay.UK. Pengawasannya dilakukan bersama oleh Bank of England, Payment Systems Regulator, dan Financial Conduct Authority. Dengan cara ini, peran regulator dan operator tidak saling tumpang tindih, sehingga akuntabilitas dan perlindungan konsumen lebih terjaga.

“Kita bisa meniru praktik baik seperti di Singapura dan Inggris. Indonesia butuh sistem perlindungan konsumen yang tidak hanya reaktif, tapi juga preventif terhadap potensi penyalahgunaan data dan gangguan layanan digital,” tambah Amin.

Ia menegaskan bahwa Komisi XI DPR RI akan tetap mengawal kerja Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam memperkuat regulasi sistem pembayaran digital nasional. Menurutnya, layanan seperti BI Fast hanya akan maksimal jika mampu menjaga kepercayaan publik.

“Kami akan terus mendorong inovasi digital seperti BI Fast mampu menjaga kepercayaan publik dengan mekanisme pengawasan lintas lembaga yang efektif,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News