Nama Soeharto Sudah Masuk Istana, Gelar Pahlawan Tinggal Tunggu Tanda Tangan
Nama Soeharto resmi diusulkan jadi pahlawan nasional. Istana memastikan daftar sudah diterima dan tinggal menunggu keputusan Presiden Prabowo.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id – Polemik lama tentang Soeharto kembali naik ke permukaan, kali ini dengan bumbu baru: usulan gelar pahlawan nasional untuk sang penguasa Orde Baru. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan Istana sudah menerima daftar nama calon pahlawan dari Kementerian Sosial, dan di dalamnya terselip nama Soeharto.
“(Soeharto) termasuk yang diusulkan,” ujar Prasetyo di kantor Antara, Jakarta Pusat, pada 30 Oktober 2025.
Ia menambahkan bahwa daftar nama tersebut kini sedang dipelajari oleh Presiden. Jumlah nama yang diajukan tidak diungkap, mungkin demi menghindari drama sebelum waktunya. “Nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan diumumkan. Tidak ada angka-angka yang baku mengatur berapanya,” kata Prasetyo.
Prosesnya sendiri sedang ditangani Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diketuai oleh Fadli Zon. Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa sidang dewan akan segera digelar dan hasilnya akan disampaikan ke Presiden sebelum peringatan Hari Pahlawan.
BACA JUGA:Projo Menanti Kedatangan Prabowo-Gibran di Kongres Besok, Jokowi Janji Buka Acara dengan Pesan Kunci
“Tentu sebelum 10 November kami akan menyampaikan hasil dari sidang Dewan Gelar kepada Presiden,” kata Fadli yang juga mengingatkan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang hak prerogatif.
Namun, di luar ruang sidang kehormatan, perdebatan justru makin riuh. Ketua Setara Institute, Hendardi, dengan tegas menolak usulan tersebut. Ia menilai Soeharto sama sekali tidak layak disebut pahlawan nasional.
“Meskipun juga tidak pernah diuji melalui proses peradilan,” katanya dalam pernyataan tertulis pada 27 Oktober 2025. Menurutnya, sejarah panjang kekuasaan Soeharto justru ditandai oleh pelanggaran HAM, korupsi, dan pemerintahan yang represif.
Hendardi juga menuding ada upaya sistematis dari pemerintah dan elite politik untuk memulihkan citra Soeharto. Ia menyinggung langkah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang sebulan sebelum pelantikan Prabowo Subianto mencabut nama Soeharto dari Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
BACA JUGA:Sindir Rumah Pensiun Jokowi, Roy Suryo: Paling Cuma Jadi Tempat Kongkow Relawan
Padahal, pasal 4 tap itu secara tegas menyebut bahwa pemberantasan KKN harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap mantan presiden Soeharto beserta kroninya.
Bagi Hendardi, pencabutan itu bukan sekadar perubahan hukum, tetapi upaya menghapus ingatan kolektif tentang masa 32 tahun kekuasaan Soeharto yang sarat penyalahgunaan wewenang. Ia menilai rencana menjadikan Soeharto sebagai pahlawan justru bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang lahir untuk menumbangkan warisan tersebut.
Lebih jauh, Hendardi menegaskan bahwa langkah ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Ia mengingatkan bahwa seorang penerima gelar harus memiliki integritas moral, keteladanan, serta rekam jejak yang bersih dari pidana dan pengkhianatan terhadap bangsa. Dalam konteks itu, Soeharto, menurut Hendardi, jelas tidak memenuhi syarat.
Singkatnya, menjelang Hari Pahlawan tahun ini, bangsa ini kembali dihadapkan pada pertanyaan yang agak getir: apakah seseorang yang pernah berkuasa selama tiga dekade dengan tangan besi bisa tiba-tiba berubah menjadi simbol keteladanan? Atau ini hanya babak baru dari politik amnesia nasional yang semakin lihai memoles sejarah agar tampak heroik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News