Setahun Prabowo - Gibran, Pengamat: Reformasi Jalan Ditempat

Pakar nilai pencopotan Sri Mulyani dan Budi Gunawan bukan reshuffle biasa, tapi manuver Prabowo pegang penuh komando ekonomi dan politik.-Foto: IG @smindrawati-
POSTINGNEWS.ID — Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka diwarnai maraknya aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah. Isu yang diangkat beragam, mulai dari revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kebijakan efisiensi anggaran, hingga aksi besar pada bulan Agustus lalu yang memprotes kenaikan gaji anggota DPR RI.
Catatan Amnesti Internasional Indonesia menunjukkan, dalam aksi pada akhir bulan Agustus 2025 saja, terdapat sedikitnya 5538 orang yang menjadi korban represi aparat.
Dalam riset terbaru The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), ditemukan bahwa sebagian besar korban represi berasal dari kalangan akademik, terutama mahasiswa yang aktif menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
BACA JUGA:Natalius Pigai Tanggapi Survei Celios: Jangan Percaya Surpay-surpey
Direktur Eksekutif TII, Adinda Tenriangke Muchtar, menilai bahwa reformasi kebebasan akademik di Indonesia tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. “reformasi kebebasan akademik tidak terlalu signifikan.
Justru banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat kampus dan aparat penegak hukum.
Masih banyak pihak yang belum memahami apa itu kebebasan akademik, padahal ini merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi,” ungkap Adinda.
BACA JUGA:Gara-gara Meme Bahlil, Sayap Muda Golkar Lari ke Polisi Bikin Laporan
Menurut Adinda, kondisi ini menunjukkan lemahnya komitmen institusi pendidikan tinggi dalam melindungi sivitas akademika dari tekanan politik dan kekuasaan.
Kampus yang seharusnya menjadi ruang aman bagi diskursus kritis, justru sering kali menjadi bagian dari mekanisme pembungkaman suara mahasiswa.
Sementara itu, Katiman, Asisten Deputi Bidang Riset, Teknologi, dan Kemitraan Industri di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dalam audiensi TII bersama Deputi II Kemenko PMK, menyoroti kompleksitas kebebasan akademik di lingkungan perguruan tinggi.
BACA JUGA:Purbaya Tuduh Dana Jabar Rp4 Triliun Nganggur, Dedi Mulyadi Balas Pakai Data
“Kebebasan akademik itu kompleks, apalagi bagi PTNBH yang juga harus berjuang mencari dana. Tapi ini bukan sesuatu yang filosofis, tinggal diturunkan ke dalam petunjuk pelaksanaan dan teknis—terutama terkait bagaimana kampus merespons,” jelas Katiman.
Ia menambahkan, di sejumlah kampus sebenarnya kebebasan akademik sudah mulai menjadi kultur. Namun tantangan terbesar masih berada pada kampus yang belum memiliki tradisi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News