Guru Besar UIN Jakarta Kritik Liputan Trans7 Soal Pesantren: Jangan Lihat Pesantren dengan Kacamata Kuda

Guru Besar UIN Jakarta Kritik Liputan Trans7 Soal Pesantren: Jangan Lihat Pesantren dengan Kacamata Kuda

--

POSTINGNEWS.ID — Liputan salah satu program Trans7 yang menyorot kehidupan pesantren menuai kritik luas setelah dinilai menggambarkan pesantren secara sepihak dan menimbulkan kesan negatif di mata publik.

Tayangan itu dianggap mengabaikan konteks historis dan kultural pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah berkontribusi besar bagi bangsa.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai tayangan tersebut berpotensi menimbulkan stigma terhadap pesantren.

BACA JUGA:Habiburokhman: Saya Belum Pernah Ketemu Orang yang Nolak MBG

“Liputan semacam itu tidak seharusnya dibangun dengan cara pandang yang pejoratif. Pesantren memiliki nilai dan filosofi yang khas, yang tidak bisa disamakan begitu saja dengan model pendidikan modern Barat,” ujarnya kepada media, Selasa (14/10).

Menurut Tholabi, pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan sekaligus institusi sosial dan kultural yang telah melahirkan banyak tokoh besar bangsa ini.

“Banyak pemimpin nasional, pejabat, dan cendekiawan lahir dari pesantren. Mereka membawa nilai-nilai keikhlasan, disiplin, dan tanggung jawab sosial yang menjadi karakter pendidikan pesantren,” ungkap alumnus Pesantren Darussalam Ciamis itu.

BACA JUGA:Prabowo Turun Tangan Urus Menu MBG, Katanya Cukup Rp10 Ribu Bisa Dapat Ayam dan Telur

Ia menegaskan bahwa sistem pendidikan pesantren tidak dapat dinilai dengan standar pendidikan Barat yang menekankan aspek rasionalitas dan efisiensi.

“Filosofi pendidikan pesantren berakar pada spiritualitas dan adab. Hubungan antara kiai dan santri adalah hubungan ruhani yang membentuk moralitas dan karakter, bukan sekadar relasi akademik,” jelasnya.

Sebagai praktisi pendidikan, Tholabi mengingatkan media untuk berhati-hati dalam menampilkan pesantren di ruang publik.

BACA JUGA:Golkar: Bahlil Diframing Jahat, Tapi Publik Sudah Tahu Mana Drama Mana Kerja Nyata

“Media memiliki tanggung jawab sosial untuk mencerdaskan masyarakat, bukan menimbulkan salah paham. Prinsip cover both sides wajib diterapkan agar pemberitaan tetap berimbang dan beretika,” katanya.

Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh tayangan sensasional, tetapi melakukan tabayyun dan verifikasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News