Publik Buka Pendapatan DPR, Ternyata Tunjangannya Beranak-pinak

Pendapatan DPR dibuka ke publik. Gaji Rp65 juta per bulan terungkap, tapi tunjangan dinilai tumpang tindih dan beranak-pinak.-Foto: IG @sufmi_dasco-
JAKARTA, PostingNews.id – Dibukanya komponen gaji dan tunjangan anggota DPR akhirnya menyingkap persoalan baru. Publik menemukan ada sejumlah tunjangan yang maknanya serupa, bahkan bisa dibilang tumpang tindih. Lebih jauh lagi, informasi yang dibuka pun belum sepenuhnya utuh. Masih ada tunjangan yang belum tersentuh transparansi, seperti tunjangan reses yang cair setiap anggota DPR pulang ke dapil.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengapresiasi langkah DPR yang setidaknya menjawab sebagian tuntutan publik dalam gerakan 17+8.
”Apresiasi ini tentu untuk kesediaan DPR mendengarkan aspirasi dan tuntutan masyarakat, dan keberanian mereka untuk menghapus tunjangan perumahan yang memang menjadi sumber kemarahan publik belakangan ini,” kata Lucius kepada wartawan, Sabtu, 6 September 2025.
Menurut Lucius, respons ini penting karena tuntutan publik yang terang-terangan menuding DPR sebagai lembaga yang jauh dari rasa keadilan.
BACA JUGA:Tuntutan 17+8 Sudah Lewat Batas, Hanya Tiga yang Tuntas, Selebihnya Masih Gantung
Dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Jumat, 5 September 2025, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan hasil rapat pimpinan DPR dengan fraksi-fraksi sehari sebelumnya.
Dari situ, DPR mengumumkan detail take home pay anggota Dewan: Rp65,59 juta per bulan setelah pajak. Komponen ini terdiri dari gaji dan tunjangan melekat sebesar Rp16,77 juta, plus tunjangan konstitusional Rp57,43 juta.
Dasco juga mengumumkan sederet langkah tambahan:
- Tunjangan perumahan dihapus per 31 Agustus 2025.
- Moratorium kunjungan kerja luar negeri sejak 1 September, kecuali undangan resmi kenegaraan.
- Pemangkasan biaya listrik, telepon, komunikasi intensif, hingga tunjangan transportasi.
Banyak Tunjangan Kembar Rasa
Meski mengapresiasi, Lucius tetap menyorot satu persoalan mendasar: masih ada tunjangan yang hakikatnya sama tapi dipisah-pisahkan.
Ia mencontohkan tunjangan jabatan (Rp9,70 juta) dan tunjangan kehormatan (Rp7,18 juta) yang maknanya hampir identik. Begitu juga dengan tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran (Rp4,83 juta) yang sebenarnya tak jauh beda dengan honorarium kegiatan fungsi dewan yang nilainya jauh lebih besar, yakni Rp8,46 juta per pos, dibagi ke tiga bagian.
BACA JUGA:Istana Sudah Terima Tuntutan 17+8, Tapi Minta Jangan Tanya Kapan Ditindaklanjuti
”Tunjangan-tunjangan yang maknanya sama, kenapa mesti menjadi jenis tunjangan yang berbeda, seperti tunjangan jabatan dan tunjangan kehormatan anggota DPR. Tunjangan terkait peningkatan fungsi dan honorarium kegiatan pengikatan fungsi dewan juga tampak sama tujuannya, tetapi dibikin seolah-olah menjadi hal yang berbeda,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News