Anak Dikirim KDM ke Barak Militer, Psikolog Sebut Orang Tua Juga Harus Ada Pelatihan Khusus

Anak Dikirim KDM ke Barak Militer, Psikolog Sebut Orang Tua Juga Harus Ada Pelatihan Khusus

Namun, agar program ini memberikan dampak jangka panjang, pendekatan yang digunakan perlu disandingkan dengan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap akar perilaku anak, khususnya dari perspektif psikologi dan lingkungan ekologis anak.-Tangkapan Layar Youtube Kang Dedi-YouTube

POSTINGNEWS.ID - Program pembinaan di barak militer ala Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau KDM sebagai respons terhadap meningkatnya kenakalan remaja, patut diapresiasi sebagai upaya nyata membentuk disiplin dan karakter generasi muda.

Namun, agar program ini memberikan dampak jangka panjang, pendekatan yang digunakan perlu disandingkan dengan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap akar perilaku anak, khususnya dari perspektif psikologi dan lingkungan ekologis anak.

Psikolog IPB University yang juga dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Nur Islamiah, M.Psi, PhD. mengatakan bahwa dalam ilmu psikologi, perilaku menyimpang tidak semata-mata merupakan bentuk kenakalan, melainkan “sinyal” dari ketidakseimbangan dalam ekosistem kehidupan anak.

Ia menyebut teori ekologi dari Bronfenbrenner yang menekankan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh sistem yang saling terkait, mulai dari keluarga, sekolah, hingga lingkungan sosial yang lebih luas.

“Ketika seorang anak menunjukkan perilaku bermasalah, pertanyaan penting seharusnya diarahkan ke lingkungan terdekatnya, apakah anak merasa diperhatikan, diasuh secara konsisten, dan diliputi rasa aman?” ucap sosok yang kerap disapa Ibu Mia ini.

BACA JUGA:7 Tanda Waktunya Berhenti Diet Menurut Ahli, Salah Satunya Berat Badan Fluktuatif

Mengutip teori kelekatan dari Bowlby, Mia mengatakan bahwa ketiadaan hubungan emosional yang aman dengan orang tua atau pengasuh utama dapat membuat anak kesulitan mengelola emosi.

Dalam banyak kasus, perilaku negatif menjadi cara anak “berteriak”, tanda untuk mengekspresikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

“Jika kondisi ini hanya direspons dengan pendekatan militeristik seperti push-up, baris-berbaris, atau kegiatan fisik lainnya, maka bukan hanya perubahan perilaku yang tidak tercapai secara berkelanjutan, tetapi juga muncul risiko menambah luka psikologis yang tersembunyi,” katanya dalam keterangan kepada media.

Mia turut mengungkap teori pembelajaran sosial dari Bandura.

Teori ini menggarisbawahi bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap figur di sekitarnya. Jika ia tumbuh di lingkungan yang sarat kekerasan atau ketegangan emosional, pola itulah yang cenderung direproduksi.

“Karena itu, anak tidak cukup diberi perintah, tapi perlu disuguhkan contoh konkret tentang empati, komunikasi yang sehat, dan pengendalian emosi. Oleh karena itu, titik paling krusial yang tak boleh diabaikan dalam pembinaan anak adalah adalah peran dan tanggung jawab orang tua,” ungkapnya. 

BACA JUGA:181 Ribu Orang Gunakan LRT Jabodebek Selama Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Mia melanjutkan, ketika seorang anak dianggap ‘nakal’, maka sangat mungkin yang ia lakukan adalah cerminan dari pola asuh di rumah. Oleh karena itu, tegasnya, orang tua juga perlu dibina.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya
Berita Terpopuler