Ternyata Pembangunan Jalan Baik di Zaman SBY Maupun Jokowi Sama-Sama Sedikit, Sebut PUPR

Ternyata Pembangunan Jalan Baik di Zaman SBY Maupun Jokowi Sama-Sama Sedikit, Sebut PUPR

Anies Baswedan saat sedang menyampaikan orasi kebangsaan di acara Milad PKS.-- Youtube/PKSTV

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Calon Presiden Anies Baswedan dari Partai Nasdem, PKS, dan Demokrat mendapat kritikan dari berbagai kalangan atas komentarnya mengenai pembangunan infrastruktur pemerintah, khususnya pembangunan jalan.
 
Anies mengklaim bahwa pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pembangunan jalan mencapai perkembangan sepuluh kali lipat dibandingkan dengan pemerintahan Jokowi. Dia menyatakan bahwa Jokowi membangun 63% jalan tol di Indonesia, yaitu sekitar 1.569 km dari total 2.499 km.
 
Namun, Anies berpendapat bahwa jalan-jalan tersebut merupakan jalan tol yang berbayar, sedangkan jalan-jalan yang tidak berbayar yang menghubungkan desa-desa dengan perkotaan, mengangkut produk pertanian, perkebunan, dan perikanan dari sentra-sentra, baik jalan nasional, provinsi, maupun kabupaten, hanya sepanjang 19.000 km.
 
"Namun itu adalah jalan berbayar," ujar Anies ketika menyampaikan pidato di acara Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera pada Sabtu (20/5).
 
Dia kemudian menyebutkan bahwa pada masa SBY, jalan-jalan yang tidak berbayar yang dibangun mencapai 144 ribu km atau sekitar 7,5 kali lipat.
 
"Bila dibanding jalan nasional pemerintah ini 590 km, 10 tahun sebelumnya 11 ribu km. 20 kali lipat. Kita belum bicara mutu, standar, itu baru panjang," lanjut Anies.
 
Pernyataan Anies ini mendapat tanggapan dari Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian. Hedy menjelaskan bahwa klaim Anies mengenai panjangnya jalan yang dibangun pada masa SBY merupakan salah interpretasi data BPS.
 
Menurut Hedy, penambahan panjang jalan nasional pada masa SBY lebih disebabkan oleh perubahan status jalan provinsi menjadi jalan nasional, bukan pembangunan jalan baru.
 
"Yang disebut bahwa pembangunan jalan SBY lebih panjang dari zaman Jokowi, bukan seperti itu. Itu data BPS, jadi salah interpretasi data BPS," kata Hedy, Rabu kemarin (24/5).
 
Hedy menegaskan bahwa perubahan status jalan nasional dengan hasil pembangunan jalan memiliki interpretasi yang berbeda. Penambahan jalan nasional tidak secara otomatis berarti ada pembangunan jalan baru. Hedy menekankan bahwa perubahan status jalan tersebut bukanlah hasil pembangunan jalan.
 
"Waktu zaman SBY kan nambah jalan nasional, itu kebanyakan bukan hasil pembangunan jalan baru. Ada, tapi sedikit. Jaman Jokowi juga sama, ada perubahan walau sedikit. Tapi itu tak ada hubungannya dengan hasil pembangunan. Itu adalah perubahan status jalan," terangnya.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya