Beda Jauh Data Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS, Ahli Tawarkan Solusi Rekayasa Sosial

Rabu 30-07-2025,22:22 WIB
Reporter : Dita Tobing
Editor : Bonny Beribe

1. Pengelolaan program dari hulu ke hilir: mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

2. Peran aktif masyarakat: warga dilibatkan sebagai pengambil keputusan lokal.

3. Pembangunan kesadaran kritis: agar masyarakat punya daya tahan terhadap kemiskinan struktural.

Dalam seminar yang sama, Prof. Hermanto Siregar, Guru Besar Ekonomi Makro IPB University, menambahkan bahwa sinergi kebijakan fiskal dan moneter juga penting.

“Pemerintah harus punya kebijakan pro-warga berpendapatan rendah. Subsidi, belanja sosial, hingga pajak progresif harus dikombinasikan dengan moneter yang jaga inflasi dan suku bunga,” ujarnya.

Tanpa kombinasi itu, tekanan global seperti resesi, pengangguran, dan inflasi pangan akan memperburuk kondisi rakyat miskin.

Kesenjangan data antara Bank Dunia dan BPS bukan sekadar perbedaan metodologi.

Ini adalah alarm keras bahwa banyak warga Indonesia mungkin hidup dalam kemiskinan, tapi tak terlihat dalam statistik resmi.

Ahli-ahli dari IPB University sepakat bahwa mengandalkan data lama dan garis kemiskinan yang terlalu rendah bukanlah jawaban.

Yang dibutuhkan sekarang adalah pendekatan baru: rekayasa sosial yang partisipatif, terintegrasi, dan berkelanjutan.

Karena sesungguhnya, menghapus kemiskinan bukan sekadar soal angka—tapi soal keberpihakan dan keterlibatan semua pihak.

Kategori :