Banjir Sumatra Baru Pembuka, Siklon Tropis Diprediksi Kian Beringas

Banjir Sumatra Baru Pembuka, Siklon Tropis Diprediksi Kian Beringas

Banjir Sumatra dinilai sinyal awal. Siklon tropis ke depan diprediksi makin kuat, hujan ekstrem lebih sering, risiko bencana meningkat.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id —Banjir besar kembali menyapu Sumatra, membawa kabar duka yang panjang. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 28 November 2025 mencatat 174 orang ditemukan meninggal dunia, 79 masih hilang, sementara 12 lainnya luka-luka. Angka ini terus bergerak seiring pencarian yang belum berhenti.

Sumatra Utara menjadi wilayah paling porak-poranda. Total 116 jiwa meninggal, 42 masih belum ditemukan, tersebar di banyak titik bencana. Mulai dari Tapanuli Utara dengan catatan 11 korban, Tapanuli Tengah 51 korban, Tapanuli Selatan 32 korban, Kota Sibolga 17 korban, Humbang Hasundutan enam korban, Padang Sidempuan satu korban, hingga Pakpak Barat dua korban. Gelombang banjir ini tidak datang pelan, tapi menghantam seperti tamu tak diundang yang membawa ambruknya rumah, jalan, dan nyawa.

Para ahli kemudian melihat ke langit, mencari penyebab utama. Fenomena hujan ekstrem disimpulkan dipicu siklon tropis Senyar yang jalurnya sendiri dinilai janggal oleh para peneliti. Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa, mengungkapkan “Hujan ekstrem pada saat terjadi di manapun itu tentu saja berpotensi mengakibatkan banjir. Dan yang juga perlu menjadi catatan bahwa siklon badai tropis Senyar ini juga janggal.”

Curah hujan lebih dari 150 mm per hari tercatat di Aceh Utara, Langkat, Tapanuli Tengah, Sibolga, hingga Tapanuli Selatan. Satu hari hujan cukup untuk menenggelamkan banyak kampung, dan Senyar datang membawa paket lengkap: angin, awan berat, serta tekanan udara yang tak ramah.

BACA JUGA:Benarkah Kelapa Sawit Perusak Hutan? Begini Fakta Lengkapnya

Yang membuat situasi semakin pelik, kata Mahawan, bukan hanya awan gelap. Perubahan tutupan lahan ikut bermain. Hutan yang dulu jadi penyerap air kini berganti jadi sawah, kebun kopi, kakao, hingga perluasan sawit dan hortikultura. Ketika akar tumbang dan tanah tak lagi punya pegangan, air hanya butuh jeda kecil untuk turun gunung tanpa rem.

Ia pernah mengingatkan tren ini sejak 2015. “Dari kajian saya di tahun 2015 kurang lebih, sebenarnya sudah terlihat bahwa ada tren perubahan lahan karena untuk penggunaan pertanian dan perkebunan…” Paparan itu kini terasa seperti alarm yang dulu berbunyi, namun tidak cukup keras didengar.

Kini, cuaca ekstrem bukan lagi tamu musiman. Dunia telah melampaui ambang pemanasan 1,5°C, yang berarti badai, hujan ekstrem, hingga banjir bandang akan datang lebih sering, lebih ganas, dan tanpa banyak peringatan. Siklon tropis di masa depan diperkirakan akan makin bertenaga, meski jumlahnya secara global belum tentu bertambah. Ibaratnya, sedikit tapi mematikan.

Ini sambungan parafrasa gaya explainer semi-Poskota, tetap informatif, ringan, dan tidak mengubah satu pun kutipan langsung. Titik dua juga tidak digunakan.

BACA JUGA:BMKG Tebar Garam ke Awan, Hujan di Sumatera Coba Dialihkan demi Bantuan Masuk

Ancaman Badai yang Mengintai

Jika banjir kemarin sudah membuat banyak orang tak sempat menyelamatkan lemari dan riwayat keluarga, ancamannya belum selesai. Siklon tropis yang akrab dipanggil badai atau hurricane dan typhoon di wilayah lain bumi, adalah raksasa atmosfer yang lahir dari laut hangat. Anginnya bisa merobek atap, hujan yang dibawanya bisa merendam kota, dan gelombang lautnya bukan lagi cuma ombak tapi dinding air bergerak.

Di atas permukaan laut hangat, uap air naik, angin berputar, dan mesin badai pun menyala. Syaratnya pun simpel tapi mematikan, suhu permukaan laut minimal 27 derajat Celcius dan perubahan angin tidak terlalu liar di ketinggian. Begitu masuk kategori tiga, kecepatan angin sudah tembus minimal 178 km per jam. Di tahap ini, pohon tumbang bukan lagi kejutan.

BBC melaporkan bahwa jumlah siklon tropis secara global mungkin tidak bertambah, tetapi yang muncul belakangan cenderung lebih kuat, lebih ganas. IPCC mencatat adanya kemungkinan meningkatnya badai kategori besar dalam 40 tahun terakhir, juga keyakinan sedang bahwa badai kini membawa hujan lebih deras dari generasi pendahulunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share