TNI Bilang Oke Soal Tuntutan 17+8, Tapi Belum Jelas Kapan Dieksekusi

TNI Bilang Oke Soal Tuntutan 17+8, Tapi Belum Jelas Kapan Dieksekusi

TNI apresiasi tuntutan rakyat dalam gerakan 17+8, tapi belum menjelaskan langkah konkret atau tenggat eksekusi tuntutan.-Foto: Antara-

Adapun hasil rapat itu menyepakati tiga langkah utama sebagai bentuk tanggapan terhadap bagian paling krusial dari 17+8 tuntutan masyarakat:

  1. Menghapus tunjangan perumahan anggota DPR.
  2. Memberlakukan moratorium kunjungan ke luar negeri, kecuali untuk undangan resmi kenegaraan.
  3. Pemangkasan beberapa tunjangan dan fasilitas lainnya, meski tak dijelaskan apakah termasuk WiFi kecepatan dewa atau kursi kulit sintetis premium di ruang rapat.

Ketiga kebijakan ini diklaim sebagai bentuk akuntabilitas terhadap dokumen tuntutan dari aliansi Indonesia Berbenah—sebuah gerakan sipil yang digagas oleh nama-nama publik seperti Abigail Limuria, Jerome Polin, Andovi dan Jovial da Lopez, Fathia Izzati, dan Andhyta F. Utami (Afu). Dalam dokumen itu, mereka membawa tiga misi penting:

Membekukan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, termasuk soal pensiun yang dinilai terlalu dini untuk dibicarakan.

Mempublikasikan transparansi anggaran DPR, agar publik tahu aliran dana benar-benar digunakan untuk kerja legislasi, bukan sekadar libur panjang dan studi banding.

BACA JUGA:Begini Cara 5 Tersangka ‘Mainkan’ Proyek Chromebook Kemendikbud

Mendorong MKD dan KPK menindaklanjuti anggota DPR yang terlibat kontroversi maupun kasus hukum, termasuk mereka yang viral karena berjoget atau melontarkan ujaran tak etis.

Komitmen Baru: Gaji Direvisi, Etika Dijanjikan

Dalam kesempatan yang sama, Dasco menegaskan bahwa DPR telah mengumumkan total take home pay (THP) terbaru para anggota dewan setelah penghapusan tunjangan rumah dan pemangkasan beberapa fasilitas lainnya. Namun, tidak dijelaskan detail angka pastinya.

DPR juga berjanji akan menjadikan transparansi sebagai budaya baru, bukan sekadar jargon manis dalam pidato pembukaan masa sidang.

Selain itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diklaim sudah mengirimkan surat kepada Mahkamah Partai masing-masing fraksi untuk memproses lima anggota DPR yang dinonaktifkan karena menimbulkan kegaduhan publik. Meski begitu, belum jelas apakah prosesnya akan melalui jalur cepat, lambat, atau malah jalur khusus penuh kompromi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News