Kebijakan Anak Nakal Masuk Barak Militer ala Dedi Mulyadi Kembali Jadi Sorotan

Kebijakan Anak Nakal Masuk Barak Militer ala Dedi Mulyadi Kembali Jadi Sorotan

Pengamat Pertahanan dan Militer, Al Araf, menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal pengiriman siswa yang dianggap nakal ke barak TNI-ISTIMEWA-ISTIMEWA

POSTINGNEWS.ID – Pengamat Pertahanan dan Militer, Al Araf, menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal pengiriman siswa yang dianggap nakal ke barak TNI untuk pembinaan karakter dan kedisiplinan.

Ia menilai, kebijakan tersebut tidak tepat karena kenakalan siswa tidak berhubungan dengan tugas kemiliteran.

“Stop langkah-langkah yang tidak strategis. Di tengah dinamika begitu global, tiba-tiba Dedi Mulyadi menyuruh anak-anak nakal latihan di barak militer. Menurut saya, ke mana ya hubungannya?,” ujar Al Araf saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn.

Menurut Al Araf, barak militer merupakan tempat yang dikhususkan untuk latihan perang dan menjaga pertahanan negara. Sehingga barak militer mempunyai ekosistem yang berbeda dengan masyarakat sipil atau siswa yang nakal.

BACA JUGA:No Debat! Yamaha Gear Ultima Irit Bandel 74,5 KM/Liter Usai Libas Semarang dan Bali

“Tidak tepat mereka dikirim ke barak-barak militer, karena bukan tempatnya. Prajurit di situ benar, pertahanan di situ benar, pelatihan benar di situ, tapi anak-anak ini tidak di situ,” kata dia.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik setelah mengirim siswa bermasalah ke barak TNI sejak Senin, 5 Mei 2025.

Siswa yang duduk dibangku SMP dan SMA sederajat itu ditempatkan di dua barak, yakni Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Kabupaten Bandung, dan di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalion Armed 9, Kabupaten Purwakarta.

Kebijakan tersebut menuai banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, bahkan dilaporkan oleh salah satu wali murid ke Komnas HAM.

Namun, Dedi tak bergeming dan tetap melanjutkan program tersebut.

Al Araf menjelaskan, sekolah memiliki kurikulum tersendiri dalam mendidik siswa-siswa berkelakuan buruk, misalnya dengan pengajaran guru Bimbingan Konseling (BK), serta pembinaan melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, olahraga dan rekreasi.

“(Cocoknya) ke ruang pendidikan yang memang membangun aspek kognitif untuk mengubah karakter seseorang menjadi karakter yang benar-benar menerima perbedaan, perubahan, membangun keberagaman, kedisiplinan, itu ada di ruang sekolah,” kata dia.

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya itu mengatakan bahwa kedisiplinan merupakan bagian dari aspek kognitif yang bisa diperoleh dalam sistem pendidikan di sekolah maupun di lingkungan keluarga.

“Siapa yang bisa membangun itu? Sistem pendidikan dari SD, SMP, SMA. Maka harus dikembalikan ke ruang pendidikan. Kedua, ke ruang keluarga karena bagaimanapun keluarga menjadi pertahanan paling awal buat anak. Dan saya percaya orang tua punya cara, punya langkah mendidik mereka,” ucapnya.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya