Asosiasi TV Desak Kominfo Awasi Konten Berbau Pornografi

Asosiasi TV Desak Kominfo Awasi Konten Berbau Pornografi

Salah satu penyedia streaming film, Netflix-Netflix-Netflix

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapatkan desakan untuk mengawasi konten-konten yang beredar di layanan Over The Top (OTT), mengingat dampak besar yang bisa timbul terhadap industri dan masyarakat pasca pelaksanaan analog switch off (ASO).

Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) mengungkapkan bahwa persaingan kini bukan hanya antara stasiun TV atau radio, tetapi juga dengan platform baru seperti layanan OTT seperti Netflix, Twitter, dan lainnya.

Dalam acara Kaleidoskop Digitalisasi Penyiaran, Deddy Risnanto dari ATVNI menyoroti perbedaan peraturan yang mengatur stasiun TV dengan platform baru seperti OTT.

Ia menunjukkan bahwa stasiun TV yang merupakan lembaga penyiaran mainstream harus tunduk pada aturan yang ketat, sementara platform media sosial dan layanan OTT tidak memiliki pembatasan yang sama.

"Sehingga persaingan bukan lagi antara TV dengan TV, radio dengan radio, tapi TV dengan platform baru. Sedangkan, platform baru, saat ini belum ada yang membatasi secara jelas," kata Anggota ATVNI Deddy Risnanto dalam acara Kaleidoskop Digitalisasi Penyiaran, pada Jumat (11/8/2023).

Deddy mengajukan pertanyaan apakah pengawasan konten hanya berlaku untuk lembaga penyiaran mainstream seperti TV dan radio.

Ia menyoroti ketidakjelasan dalam mengatur platform media sosial dalam hal pengawasan konten.

Data dari Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 200 juta dari total 250 juta penonton televisi juga merupakan pengguna internet.

Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penonton TV juga aktif menggunakan internet dan media sosial.

Stasiun TV mulai menyesuaikan diri dengan tren ini dengan mengemas konten tidak hanya untuk tayangan free-to-air di TV, tetapi juga untuk media sosial.

Deddy menekankan pentingnya kesetaraan aturan antara industri mainstream dan media sosial. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah dapat membantu industri penyiaran untuk menciptakan regulasi yang konsisten di kedua platform ini.

BACA JUGA:Minum Kopi Saat Perut Kosong di Pagi Hari, Ide Bagus atau Justru Bahaya?

Deddy juga menyoroti tentang hak kekayaan intelektual yang perlu dijaga dalam konteks ini, karena konten yang dihasilkan oleh media mainstream memiliki nilai dan kreativitas yang perlu dihormati.

Dalam konteks perbandingan dengan platform lain seperti Google dan YouTube, Deddy mengungkapkan bahwa aturan dan pembatasan juga berlaku di sana, sehingga argumen bahwa pendapatan stasiun TV besar tidak sepenuhnya akurat.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya