JAKARTA, PostingNews.id – Di tengah gemuruh skandal pemerasan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang menyeret bekas Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, satu nama lain mencuat dan langsung menyulut perdebatan publik, yakni Miki Mahfud. Bukan tanpa alasan, Miki bukan sekadar tersangka biasa, ia adalah suami dari seorang pegawai aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertanyaan besar pun membuncah, bagaimana Miki bisa terseret ke pusaran mafia sertifikasi ini dan sanggupkah KPK membuktikan netralitasnya di tengah konflik kepentingan internal?
Miki Mahfud digelandang penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) dramatis pada 21 Agustus di Jakarta. Usai pemeriksaan maraton, ia resmi ditetapkan sebagai satu dari sebelas tersangka dalam pusaran kasus mega-pemerasan K3. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membeberkan, Miki berperan sebagai salah satu operator kunci dari sisi swasta, mewakili PT KEM Indonesia, perusahaan penyedia jasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) yang menjadi kepanjangan tangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam layanan sertifikasi K3.
PJK3 adalah garda depan Kemenaker dalam menangani para pemohon sertifikasi. Namun, di balik status “pintu resmi”, lembaga ini justru diduga menjadi mesin pemerasan terstruktur. Modusnya culas, dari tarif resmi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp275 ribu, biaya dinaikkan paksa menjadi Rp6 juta, bahkan lebih.
Selisih itulah yang mengalir deras menjadi dana haram. Dalam konstruksi perkara, Miki Mahfud diduga menjadi “perantara vital” yang ikut memuluskan permainan kotor, sekaligus ikut menikmati keuntungan hasil pemerasan itu.
“Itulah yang kemudian mengalir ke beberapa pihak. Tidak hanya PJK3, tetapi juga pejabat-pejabat Kemenaker,” ungkap Budi, menegaskan pola jaringan rapi di balik praktik mafia K3.
Keterlibatan Miki Mahfud membuat kasus ini bukan sekadar perkara korupsi biasa, melainkan uji moral dan kredibilitas KPK. Status Miki sebagai suami pegawai KPK otomatis memantik spekulasi publik tentang adanya potensi konflik kepentingan.
Namun, Budi menegaskan lembaganya tidak pandang bulu dan tetap profesional. Penetapan tersangka Miki, katanya, adalah bukti bahwa penyidikan berjalan tanpa intervensi dan tanpa kompromi.
“KPK profesional, tidak pandang bulu. Kita tidak menghentikan penyidikan, bahkan menetapkan saudara MM menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini,” tegas Budi.
Sementara itu, penyidik turut memeriksa status sang istri yang masih aktif bekerja di KPK. Hasilnya? Tidak ada bukti keterlibatan. Dugaan pemerasan murni dilakukan Miki tanpa campur tangan istrinya.
Meski demikian, untuk menjaga integritas dan transparansi, sang istri tetap akan menjalani dua lapis pemeriksaan internal:
- Inspektorat KPK – untuk menilai potensi pelanggaran disiplin sebagai ASN.
- Dewan Pengawas KPK (Dewas) – untuk meninjau dugaan pelanggaran kode etik.
Ketua Dewas KPK Gusrizal menegaskan, jika nantinya ditemukan bukti pelanggaran, maka akan dilakukan pemeriksaan gabungan antara Dewas dan Inspektorat. “Jika ditemukan pelanggaran disiplin pegawai dan kode etik, kami tidak segan menindak,” tegasnya.
Skandal ini kini berkembang menjadi ujian integritas terbesar bagi KPK dalam satu dekade terakhir. Publik menanti apakah komisi antirasuah benar-benar bisa berdiri tegak melawan mafia birokrasi atau justru terjerembap dalam pusaran konflik kepentingan internalnya sendiri.