Bank-bank Mulai Ketar-Ketir? 2025 Disebut Tahun Paling Berat buat Perbankan Indonesia
Optimisme Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tengah Tantangan Global--
POSTINGNEWS.ID --- Tahun 2025 diprediksi bukan jadi masa yang ramah bagi industri perbankan nasional. Setelah melewati 2024 yang relatif stabil, tekanan justru terasa semakin nyata di tahun ini. Kombinasi ekonomi global yang melambat dan situasi geopolitik yang belum reda membuat bank harus ekstra hati-hati menjaga kinerja bisnisnya.
Presiden Direktur Bank Maybank Indonesia, Steffano Ridwan, menilai kondisi likuiditas perbankan pada paruh pertama 2025 berada di fase menantang. Salah satu penyebab utamanya adalah permintaan kredit yang masih lesu. Banyak pelaku usaha memilih menahan diri dan belum berani melakukan ekspansi besar.
BACA JUGA:Kabar Baru! Anti Ribet Kini di BRI Bisa Kredit Motor Listrik: Tanpa DP, Bisa Dicicil hingga 5 Tahun
Dunia Usaha Pilih Ngerem
Fenomena “wait and see” jadi pola umum di kalangan pelaku bisnis. Ketegangan geopolitik global serta bayang-bayang perlambatan ekonomi dunia membuat keputusan investasi tidak diambil secara agresif. Akibatnya, penyaluran kredit yang biasanya menjadi motor pertumbuhan perbankan ikut tertahan.
Kondisi ini semakin terasa di sektor-sektor yang bergantung pada komoditas. Turunnya harga dan melemahnya permintaan global membuat aktivitas usaha melambat. Dampaknya langsung terasa pada kinerja kredit perbankan yang selama ini banyak ditopang oleh sektor tersebut.
Bagi bank, situasi ini jelas bukan perkara sepele. Kredit seret berarti ruang pertumbuhan makin sempit, sementara tekanan untuk menjaga likuiditas dan kualitas aset tetap tinggi.
BACA JUGA:Inovatif! Bank Vima Gandeng Moneta, Manfaatkan AI untuk Proses Analisa Kredit Lebih Cepat dan Akurat
Ada Cahaya di Ujung Terowongan
Meski tantangan terasa berat, Steffano melihat tanda-tanda perbaikan mulai muncul menjelang akhir 2025. Kepercayaan pasar perlahan membaik, diikuti dengan daya beli masyarakat yang mulai pulih. Kondisi ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan kredit secara bertahap, meskipun belum akan melonjak drastis.
Optimisme ini tentu datang dengan catatan. Pemulihan diperkirakan berjalan perlahan dan sangat bergantung pada stabilitas global serta kebijakan ekonomi yang konsisten. Bank pun tak bisa asal gas tanpa perhitungan matang.
UMKM Jadi Penyangga Utama
Di tengah tekanan, tidak semua segmen mengalami perlambatan yang sama. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi menengah justru dinilai masih mampu bertahan relatif stabil. Segmen ini menjadi penopang penting bagi pertumbuhan kredit perbankan di 2025.
Sebaliknya, pembiayaan untuk korporasi besar masih menghadapi tantangan cukup serius. Perusahaan-perusahaan skala besar cenderung menunda ekspansi karena mempertimbangkan risiko global yang belum sepenuhnya mereda. Sikap hati-hati ini membuat permintaan pembiayaan jumbo belum kembali normal.
BACA JUGA:2 Mantan Bos Bank Daerah Ditetapkan Jadi Tersangka dalam Kasus Kredit Perbankan Sritex, Siapa Saja?
Strategi Bank: Selektif dan Fokus
Menghadapi situasi ini, Maybank Indonesia memilih fokus pada sektor yang dinilai paling resilien. Corporate banking, UMKM, dan ritel tetap menjadi tulang punggung strategi penyaluran kredit. Pendekatan ini dianggap mampu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dan pengelolaan risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News