Wacana Pilkada Lewat DPRD Muncul Lagi, PDIP Ingatkan Bahaya Mundurnya Demokrasi

Wacana Pilkada Lewat DPRD Muncul Lagi, PDIP Ingatkan Bahaya Mundurnya Demokrasi

PDIP menyoroti wacana pilkada dipilih DPRD. Partai ini menilai langkah tersebut berisiko menarik demokrasi Indonesia ke belakang.-Foto: Dok. Humas PDIP-

JAKARTA, PostingNews.id — Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD kembali menyeruak. Isu lama yang tak pernah benar-benar mati ini lagi-lagi memancing pro dan kontra. Dari Jawa Timur, suara penolakan datang dari Ketua DPD PDIP setempat, Said Abdullah.

Bagi Said, gagasan pilkada tak lagi dipilih langsung rakyat adalah sinyal yang tidak main-main. Ia menyebutnya sebagai tanda kemunduran demokrasi. Selama ini, kata dia, masyarakat dan negara sudah bersepakat mendorong demokrasi sebagai jalan utama, bukan sekadar prosedur formal. Karena itu, gagasan menarik pilkada kembali ke DPRD dianggapnya langkah mundur.

“Hati-hati, kita sudah begitu maju tiba-tiba ditarik mundur lagi ke belakang,” kata Said usai konferda dan konfercab PDI Perjuangan se-Jawa Timur di Surabaya, Minggu 21 Desember 2025.

Menurut Said, konsep kepala daerah yang dipilih DPRD justru menimbulkan tanda tanya besar. Indonesia selama ini, ujar dia, tidak hanya menjalankan demokrasi prosedural, tetapi juga demokrasi substantif. Rakyat diberi ruang menentukan pemimpinnya sendiri. Maka, wacana ini tidak bisa diperlakukan sebagai obrolan ringan yang lewat begitu saja.

Ia meminta gagasan tersebut dikaji secara rinci dan mendalam. Dampaknya tidak hanya soal mekanisme, tetapi juga arah demokrasi ke depan. Apalagi, pilkada selama ini kerap disorot karena menyedot anggaran besar.

BACA JUGA:Sekolah Libur Bukan Alasan Puasa Gizi, Makan Bergizi Gratis Tetap Jalan Enam Hari

“Saya minta hati-hati, kaji secara mendalam plus minusnya. Jangan ada istilah bahwa kalau demokrasi yang sudah kita jalankan dalam pilkada langsung itu high cost,” terangnya.

Namun Said menilai akar persoalan pilkada tidak berhenti pada soal uang. Baginya, ini juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi partai politik. Ia justru mempertanyakan asumsi bahwa pemilihan lewat DPRD otomatis lebih murah.

“Apakah lewat DPRD juga tidak high cost? Pertanyaannya jangan-jangan lewat DPRD sama saja, seharusnya problemnya bukan itu,” bebernya.

Menurut Said, titik masalah sesungguhnya ada pada sejauh mana partai politik menjalankan fungsi pendidikan politik. Terutama dalam menyadarkan pemilih bahwa politik uang bukan solusi, melainkan racun yang merusak kehidupan demokrasi.

BACA JUGA:Prabowo Terlalu Kuat, Golkar Pilih Setia daripada Coba Peruntungan Baru untuk Pilpres 2029

“Seharusnya problemnya adalah bagaimana partai politik melakukan edukasi terhadap para pemilih, masyarakat bahwa politik uang itu ternyata buruk bagi kehidupan kita semua,” ujar Said.

Sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI periode 2024–2029, Said menegaskan DPRD memiliki peran penting sebagai garda terdepan yang menyerap aspirasi rakyat. Wakil rakyat di daerah, menurutnya, hidup bersama denyut masyarakat sehari-hari.

“Kalau DPRD tidak ada lain kata kuncinya karena garda terdepan kehidupan sehari-hari. Bersama nadi masyarakat dia menangis dan tertawa bersama rakyat Itu yang harus dilakukan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share