Penyidik Buka Amplop Cokelat, Kubu Roy Suryo Bilang Dugaan Ijazah Jokowi Kian Terbukti Palsu

Penyidik Buka Amplop Cokelat, Kubu Roy Suryo Bilang Dugaan Ijazah Jokowi Kian Terbukti Palsu

Pembukaan amplop cokelat oleh penyidik jadi babak baru polemik ijazah Jokowi. Kubu Roy Suryo makin yakin dokumen tersebut palsu.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Momen ketika penyidik membuka amplop cokelat tersegel menjadi adegan yang langsung mengubah arah cerita polemik ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Bukan sekadar prosedur pemeriksaan, peristiwa itu justru memantik keyakinan baru dari kubu pelapor bahwa apa yang selama ini mereka pertanyakan belum selesai, bahkan kian menguat.

Kuasa hukum Roy Suryo dan kawan-kawan, Ahmad Khozinudin, menyebut isi amplop tersebut sama sekali tidak mengejutkannya. Sejak awal, ia sudah meyakini dokumen yang tersimpan bukan ijazah asli milik Jokowi. Dugaan itu, kata dia, malah terasa semakin nyata setelah melihat langsung fisik dokumen yang dikeluarkan penyidik dari dalam amplop.

Begitu dokumen diperlihatkan, ingatan Khozinudin langsung melompat pada riset panjang yang selama ini dilakukan oleh kliennya. Bukan riset sembarangan, melainkan analisis digital yang sudah berkali-kali dipresentasikan ke publik. Ia menyebut apa yang ia lihat persis dengan objek yang selama ini dibedah Roy Suryo bersama Rismon.

“Begitu dibuka ternyata keluar ijazah itu. Ya yang (sempat diunggah politisi PSI) Dian Sandi itu ijazahnya (Jokowi), ijazah yang ada foto orang punya kacamata kumisnya tipis, ya itu yang sudah diteliti Roy Suryo sama Rismon yang sudah diyakini 99 palsu,” ujar Khozinudin dikutip dari kanal YouTube Forum Keadilan TV, Rabu 17 Desember 2025.

BACA JUGA:Prabowo Murka Soal Kekayaan Negara, Pejabat Tak Becus Siap-Siap Dicopot

Alih-alih goyah, Khozinudin justru merasa semakin mantap dengan pendirian kliennya. Penampakan fisik ijazah itu, menurut dia, bukan bantahan, melainkan penguat argumen. Selama ini Roy Suryo dan tim bekerja dengan bahan digital, memeriksa piksel demi piksel dari gambar yang beredar. Kini, yang muncul di hadapan mereka adalah versi fisiknya. Analognya, kata Khozinudin, sama saja dengan yang sudah lama mereka teliti.

Meski begitu, ia menyatakan tidak menutup pintu pada pembuktian ilmiah. Soal asli atau palsu, Khozinudin menyerahkan sepenuhnya pada uji forensik tim ahli. Ia menyebut proses tersebut sebagai arena pembuktian yang sah. Namun, di saat yang sama, ia juga menegaskan bahwa pihaknya sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Termasuk jika nantinya hasil pemeriksaan forensik tidak sejalan dengan data yang selama ini dipegang Komisi Pemilihan Umum.

Di luar substansi ijazah, perhatian Khozinudin juga mengarah pada proses hukum yang berjalan. Ia menilai ada persoalan serius dalam penetapan tersangka kasus ini. Sorotan itu tidak main-main, sebab menyentuh jantung profesinya sendiri.

Dari delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka, tiga di antaranya adalah advokat. Mereka adalah Eggi Sudjana, Damai Hari Lubis, dan Kurnia Tri Royani. Bagi Khozinudin, penangkapan ini bukan sekadar persoalan pidana biasa, melainkan menyangkut prinsip perlindungan profesi yang dijamin undang-undang.

BACA JUGA:Isu Ijazah Palsu Diputar Lagi, Hasan Nasbi Bilang Beban Bukti Bukan di Jokowi

Ia mengingatkan penyidik bahwa advokat memiliki hak imunitas ketika menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik. Pertanyaan mendasarnya sederhana, namun krusial. Apakah tindakan para advokat tersebut dilakukan dalam rangka menjalankan profesi atau justru di luar tugasnya.

“Apakah advokat tadi dalam melakukan tindakan itu menjalankan tugas profesi atau di luar tugas profesi? Ini kan berkaitan dengan hak imunitas advokat pasal 5 UU No. 18 2003,” ujarnya.

Menurut Khozinudin, di sinilah letak persoalan prosedural yang ia nilai keliru. Jika aparat menduga seorang advokat melanggar etika atau menyimpang dari tugas profesinya, jalur yang semestinya ditempuh bukanlah penangkapan pidana secara langsung. Penyidik, kata dia, seharusnya terlebih dahulu melaporkan ke Dewan Kehormatan Organisasi Advokat untuk diproses melalui sidang etik.

Bagi Khozinudin, langkah itu bukan formalitas belaka. Ia menyebutnya sebagai fondasi perlindungan profesi hukum agar advokat tidak mudah dikriminalisasi saat menjalankan tugas pembelaan. Tanpa mekanisme itu, ia khawatir proses hukum justru menciptakan preseden berbahaya bagi kerja advokat ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share