Gugatan Perdata Gibran Diujung Tanduk, Hakim PN Jakpus Bersiap Putuskan Nasibnya Pekan Depan

Gugatan Perdata Gibran Diujung Tanduk, Hakim PN Jakpus Bersiap Putuskan Nasibnya Pekan Depan

Gugatan perdata terhadap Gibran memasuki fase krusial. Hakim PN Jakpus bersiap menjatuhkan putusan sela soal kewenangan mengadili perkara pemilu.-Foto: Antara-

BACA JUGA:Kasus Ijazah Jokowi Masuk Gelar Perkara di Polda Metro Jaya, Tim Hukum Sibuk Ingatkan Publik Jangan Keburu Menghakimi

“Suka tidak suka, kemudian puas atau tidak puas, maka putusan pengadilan Tata Usaha Negara itu harus diterima. Dan tidak memberikan beban kepada peradilan lain di bawah tadi ya (pembinaan) Mahkamah Agung,” imbuh Ida.

Fakta di persidangan menunjukkan, sebelum menggugat Gibran dan KPU ke PN Jakarta Pusat, penggugat bernama Subhan lebih dulu mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Gugatan tersebut didaftarkan pada Selasa 12 Agustus 2025 dan berujung dismissal alias tidak dapat diterima.

Berdasarkan data di Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta, dalam perkara bernomor 264/G/2025/PTUN.JKT itu, Subhan hanya menggugat KPU. Ia meminta majelis hakim menyatakan KPU telah melanggar hukum karena menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada 13 November 2023. Konsekuensinya, status Gibran sebagai wakil presiden juga diminta dinyatakan tidak sah. Tak hanya itu, KPU juga digugat untuk mengembalikan uang senilai Rp 71,3 triliun kepada negara.

Gugatan perdata yang kini bergulir di PN Jakarta Pusat memuat tuntutan yang lebih luas. Perkara bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. yang didaftarkan pada 29 Agustus 2025 itu menyasar langsung Gibran dan KPU RI. Dalam gugatannya, Subhan menilai kedua tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena sejumlah syarat pendaftaran calon wakil presiden dianggap tidak terpenuhi.

BACA JUGA:KemenHAM: Negara Baru Sentuh 600 Korban, Ribuan Kasus HAM Berat Masih Terjebak di Lorong Gelap

Subhan merujuk data KPU RI yang mencatat riwayat pendidikan Gibran di Orchid Park Secondary School Singapore pada 2002 hingga 2004 dan UTS Insearch Sydney pada 2004 hingga 2007. Kedua institusi itu disebut setara sekolah menengah atas. Namun, menurut Subhan, lembaga tersebut tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidikan setingkat SLTA.

Atas dasar itu, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ia juga meminta agar status Gibran sebagai wakil presiden dinyatakan tidak sah. Selain itu, Gibran dan KPU dituntut membayar ganti rugi kepada negara dengan nilai fantastis.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum gugatan tersebut.

Kini, seluruh rangkaian argumen itu menggantung pada putusan sela yang akan dibacakan pekan depan. Putusan tersebut bakal menjadi gerbang awal yang menentukan apakah gugatan ini berlanjut ke pokok perkara atau justru kandas sebelum masuk lebih jauh ke ruang pembuktian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share