Psikologi Utang, Kenapa Orang Lebih Mudah Minjam daripada Membayar?

Psikologi Utang, Kenapa Orang Lebih Mudah Minjam daripada Membayar?

Tinjauan psikologi utang mengungkap alasan emosional dan sosial mengapa orang mudah berutang tapi enggan melunasi kewajibannya.-Gambar dibuat oleh AI untuk PostingNews.id-

Sejumlah studi menunjukkan generasi muda harus membayar harga jauh lebih mahal untuk kebutuhan dasar dibanding generasi sebelumnya. Generasi Z dan milenial, misalnya, mengeluarkan biaya hampir dua kali lipat untuk rumah dibanding Baby Boomer pada usia yang sama. Daya beli mereka pun jauh lebih rendah. Kenaikan biaya sewa yang tajam membuat menabung semakin sulit, bahkan bagi mereka yang memiliki pekerjaan tetap.

BACA JUGA:Roti Pabrik Disingkirkan, Ibu-Ibu PKK dan UMKM Diminta Pegang Dapur MBG

Selain itu, biaya tak terduga seperti keadaan darurat atau penyakit medis dapat menumpuk dengan cepat jika tidak ditopang perlindungan asuransi memadai. Utang pendidikan juga membawa tekanan tersendiri. Banyak pelajar meremehkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melunasi pinjaman, padahal utang tersebut bisa memengaruhi pilihan karier dan menunda pencapaian hidup penting.

Budaya juga ikut berperan. Dalam masyarakat yang menekankan pencapaian individu, berutang sering dianggap sebagai jalan pintas menuju tujuan pribadi. Di sisi lain, budaya kolektif yang mengutamakan kesejahteraan bersama memiliki dinamika berbeda. Kedua pandangan ini dapat memperumit psikologi seseorang dalam memandang dan mengelola utang.

Mengapa Utang Sulit Ditinggalkan?

Meski dampak buruk utang sudah disadari, banyak orang tetap kesulitan mengambil langkah konkret untuk melunasinya. Salah satu sebabnya adalah narasi yang berkembang bahwa utang mencerminkan kekurangan karakter. Jika sejak kecil seseorang terus mendengar kalimat “kita tidak punya uang,” pesan itu bisa terinternalisasi dan membentuk keyakinan bahwa kondisi tersebut akan terus melekat hingga dewasa.

Utang kemudian dimoralisasikan sebagai tanda ketidakbertanggungjawaban. Ia dijadikan tolok ukur harga diri. Rasa malu dan bersalah yang muncul membuat seseorang merasa kecil dan tak berdaya, lalu memilih menghindar. Dalam kondisi tekanan finansial berkepanjangan, konsentrasi menurun dan kemampuan mengambil keputusan ikut terganggu.

BACA JUGA:Cek Fakta Bahlil soal Listrik Aceh: Dari Klaim 93 Persen, Nyatanya Baru 36 Persen

Bagi sebagian orang, mengabaikan masalah terasa lebih mudah. Tagihan dibiarkan, pembicaraan soal uang dihindari, dan tanggung jawab finansial ditunda. Menghindar memang respons alami terhadap stres kronis, tetapi dalam konteks utang, sikap ini justru memperdalam masalah.

Keterikatan emosional dan pemicu psikologis membuat upaya pembayaran terasa semakin berat. Saat berhadapan dengan utang, sistem saraf bisa mendorong perilaku yang reaktif. Untuk keluar dari siklus ini, seseorang perlu mendekonstruksi pesan-pesan keliru tentang uang yang dibentuk sejak kecil.

Beyond Finance mencatat, “Utang adalah pekerjaan dari dalam.” Kalimat itu menegaskan bahwa pemulihan dari utang menuntut penyembuhan emosional sekaligus perbaikan finansial. Tanpa keduanya, siklus yang sama akan terus berulang.

Dalam keputusasaan, sebagian orang tergoda mencari jalan pintas melalui perjudian online. Platform yang mudah diakses dan menawarkan iming-iming keuntungan cepat justru meningkatkan risiko kecanduan. Saat utang menumpuk, harapan akan keuntungan instan bisa mengalahkan nalar dan tanggung jawab finansial.

Kemudahan transaksi digital juga memperparah keadaan. Belanja online, iklan yang agresif, kartu kredit, hingga sistem langganan membuat pengeluaran semakin sulit dikendalikan. Biaya kecil yang berulang lama-lama menjadi beban besar.

BACA JUGA:SBY: Jangan Selingkuh dengan Konstitusi demi Menang Pilpres

Mengambil langkah kecil adalah kunci untuk merebut kembali kendali. Mengelola utang menuntut perubahan pola pikir dan fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan. Belajar memahami kondisi sendiri, membangun kebiasaan baru, dan membuat keputusan finansial yang lebih sadar menjadi fondasi penting.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share