Roti Pabrik Disingkirkan, Ibu-Ibu PKK dan UMKM Diminta Pegang Dapur MBG

Roti Pabrik Disingkirkan, Ibu-Ibu PKK dan UMKM Diminta Pegang Dapur MBG

BGN meminta dapur Makan Bergizi Gratis tak lagi memakai roti pabrikan dan mengutamakan peran UMKM serta ibu-ibu PKK sekitar.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Program Makan Bergizi Gratis rupanya bukan dimaksudkan sebagai etalase biskuit dan roti pabrikan. Bukan pula panggung promosi industri besar yang kemasannya kinclong, tapi dapurnya jauh dari kampung penerima. Pesan itu datang dari Wakil Kepala Badan Gizi Nasional Nanik Sudaryati Deyang yang mengingatkan bahwa dapur-dapur Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi seharusnya hidup dari tangan warga sekitar, bukan dari kardus-kardus makanan produksi massal.

Di tengah pelaksanaan MBG yang kian meluas, Nanik meminta agar SPPG menghentikan penggunaan produk makanan olahan pabrikan. Menurutnya, arah program ini sejak awal bukan hanya mengejar angka gizi, tetapi juga mendorong perputaran ekonomi lokal. Dapur MBG, kata dia, mesti menjadi ruang kerja bagi usaha mikro dan kecil, perseroan perorangan, koperasi, koperasi desa atau kelurahan Merah Putih, hingga badan usaha milik desa.

“Jangan lagi pakai biskuit, roti dari perusahaan besar. Semua makanan harus diproduksi warga sekitar dapur, baik itu UMKM, maupun oleh ibu-ibu PKK,” kata Nanik dalam keterangan resmi, Sabtu 13 Desember 2025.

Arahan tersebut, lanjut Nanik, bukan sekadar imbauan normatif. Kebijakan itu merujuk langsung pada Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025. Dalam Pasal 38 ayat 1, penyelenggaraan program MBG ditegaskan harus mengutamakan pemanfaatan produk dalam negeri dan melibatkan pelaku usaha lokal. Dengan begitu, manfaat program tidak berhenti di meja makan, tetapi menjalar ke dapur, pasar, dan lingkungan sekitar.

BACA JUGA:SBY: Jangan Selingkuh dengan Konstitusi demi Menang Pilpres

Sebagai Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Kementerian dan Lembaga untuk Program MBG, Nanik mencontohkan praktik yang dinilainya sudah berjalan sesuai arah kebijakan. Di Depok, Jawa Barat, produksi makanan MBG dilakukan langsung oleh orangtua siswa. Roti dibuat oleh ibu-ibu sekitar sekolah. Menu lainnya pun berasal dari dapur rumahan. Mulai dari bakso, nugget, hingga rolade, semuanya diproduksi secara mandiri oleh warga.

Meski begitu, Nanik menegaskan bahwa produksi rumahan tetap harus mengikuti standar keamanan pangan. Setiap produk yang masuk ke dapur MBG wajib memiliki izin Produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau PIRT. Izin ini menjadi tanda bahwa makanan dan minuman olahan yang diproduksi industri rumah tangga atau UMKM layak dan aman dikonsumsi.

PIRT diterbitkan oleh Dinas Kesehatan kabupaten atau kota dengan rekomendasi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Izin tersebut berlaku untuk produk pangan dengan risiko rendah hingga menengah. Dalam praktiknya, pengurusan izin kerap menjadi hambatan bagi pelaku usaha kecil yang ingin terlibat dalam program MBG.

Karena itu, Nanik meminta pemerintah daerah turun tangan mempermudah jalur perizinan. Ia secara khusus menyampaikan pesan kepada Pemerintah Kota Probolinggo agar tidak mempersulit UMKM yang ingin memasok dapur-dapur SPPG.

BACA JUGA:Luhut Tegur UGM, Soal Ijazah Jokowi Jangan Melulu Diributkan

“Tolong Pak Wali, Bu Wawali, Dinkes, dipermudah izin PIRT-nya, untuk usaha kecil agar mereka bisa memasok dapur-dapur SPPG,” ujar Nanik.

Bagi Nanik, kelancaran perizinan adalah kunci agar MBG tidak melenceng dari tujuan awalnya. Program ini, kata dia, harus menjadi penggerak gizi sekaligus pengungkit ekonomi warga. Dapur tetap mengepul, usaha kecil bergerak, dan manfaat program benar-benar tinggal di kampung penerima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share