Gus Yahya Minta NU Jaga Keutuhan Saat Internalnya Pecah Gegara Tambang
Ketum PBNU Gus Yahya ajak NU tetap utuh meski internal panas karena isu tambang dan polemik pencopotan dirinya.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Drama kursi Ketua Umum PBNU tak mereda. Yahya Cholil Staquf kembali tampil di podium, wajah tenang tapi kalimat yang meluncur seperti seseorang yang sedang memadamkan api tanpa menyiram bensin. Intinya satu, ia ingin rumah besar NU tetap tegak dan tidak tercerai-berai hanya karena polemik yang kini terlanjur membesar seperti kompor meletup tanpa aba-aba.
Ketua umum yang akrab dipanggil Gus Yahya itu mengatakan berharap organisasi yang ia pimpin tetap satu barisan. Pidatonya muncul sebagai jawaban halus namun keras pada kelompok yang mendesaknya turun.
“NU bukan merasa penting, tapi kita berharap ada kepada semua pihak untuk ya menghargai keinginan-keinginan kami untuk tetap utuh satu organisasi, satu kebersamaan,” ujarnya dalam konferensi pers sebagaimana dikutip dari Kompas TV, kemarin.
Kalimat berikutnya terkesan lebih emosional meski tetap diplomatis, “Integritas kebersamaan penuh. Mohon ini dihormati kepada siapapun kepada kepentingan apapun.”
BACA JUGA:16.505 Laporan Masuk ke Lapor Mas Wapres, Publik Masih Menunggu Bukti Tindak Lanjut Gibran
Nada itu seperti pesan bahwa jika rumah ini rusak, bukan hanya kursi yang bergeser, tapi warisan seratus tahun bisa retak begitu saja.
Sementara Gus Yahya menegaskan bahwa banyak pengurus dari berbagai tingkat menolak ia digeser begitu saja. Ia mengingatkan bahwa jika ada yang ingin mengganti ketua umum, caranya tidak bisa sesederhana menekan tombol keluar di grup WhatsApp. “Menolak adanya pemberhentian siapapun, apalagi mandataris sampai dengan muktamar yang akan datang. Itu sudah disampaikan jajaran pengurus di berbagai tingkatan,” katanya.
Sebab jabatan itu bukan hasil rapat harian, tetapi mandat muktamar Lampung 2021 – dan mandat muktamar tidak bisa dicabut lewat selebaran fotokopi.
Di sisi lain, suara seruan damai juga muncul dari jajaran wilayah. Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta, KH Muhyidin Ishaq, mendesak agar semua pihak memilih islah ketimbang saling tarik menarik kursi.
BACA JUGA:Ekspansi Besar-besaran Hingga 2029, TNI AD Siap Punya Kodam Sejumlah Indomaret
“Kita teman-teman wilayah ini mengimbau, menganjurkan, untuk terjadi islah, apapun alasannya,” ujarnya. Kalimat berikutnya semakin terang: tidak ada ketua umum atau Rais Aam yang bisa diberhentikan tanpa mekanisme muktamar. “Rais Aam maupun Ketua Umum tidak bisa diberhentikan di tengah jalan, kecuali lewat muktamar. Apakah muktamarnya biasa atau luar biasa,” katanya.
Ia bahkan memperingatkan, jika konflik tak diredam hingga Muktamar ke-35 di Surabaya 2026, bukan tak mungkin NU justru tak menggelar muktamar sama sekali dalam waktu lama. Sebuah ironi pahit bagi organisasi yang selalu bicara persatuan. “Kesepakatan teman-teman wilayah se-Indonesia ini mengimbau supaya islah, sampai dengan pada Muktamar-lah,” lanjut Muhyidin.
Namun realitas di lapangan tak kalah panas dari pernyataan di podium. Sebuah surat edaran dengan nomor panjang seperti nomor undian pasar malam beredar dan menyatakan Gus Yahya tak lagi menjabat ketua umum sejak 26 November 2025.
Surat itu dibenarkan A’wan PBNU Abdul Muhaimin, disebut sebagai tindak lanjut risalah rapat Rais Syuriyah. Isinya begitu rinci; lokasi penyerahan dokumen bahkan tercatat di kamar hotel—seolah-olah sejarah PBNU kini lahir lewat nomor kamar seperti film thriller politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News