Apa Saja Masalah KUHAP Baru yang Bikin Publik Gerah? Lengkapnya Begini
RUU KUHAP disahkan DPR dan langsung menuai protes publik. Ini daftar masalah dan alasan masyarakat sipil menolak aturan baru tersebut.-Foto: Antara-
Menurut catatan koalisi sipil, sederet pasal mulai dari Pasal 5 hingga Pasal 137 dinilai memuat masalah serius. Peneliti ICJR, Iqbal Muharam Nurfahmi, menilai pengesahan ini menunjukkan pembangkangan terhadap agenda reformasi Polri karena pemberian kewenangan amat luas kepada kepolisian.
“Pengesahan RUU KUHAP adalah bentuk kemunduran reformasi hukum di Indonesia,” kata Iqbal.
Salah satu yang paling disorot adalah Pasal 16 ayat (1), yang memberi ruang penyelidikan menggunakan teknik pembuntutan, penyamaran, undercover buy, penyerahan di bawah pengawasan, hingga pelacakan.
Masalahnya, operasi seperti undercover buy yang dulu hanya digunakan dalam kasus narkotika kini bisa dipakai dalam perkara pidana umum.
BACA JUGA:Dedi Mulyadi Sindir Pejabat Hobi Rapat: Banjir Itu Diselesaikan Dengan Alat Berat, Bukan Meeting
Menurut Iqbal, perluasan kewenangan tanpa kontrol hakim ini membuka peluang praktik penjebakan dan rekayasa perkara.
“Ini kemunduran reformasi hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kewenangan seluas ini membuat tahap penyelidikan menjadi sangat longgar dan rawan disalahgunakan.
“Ini berpotensi membuka peluang penjebakan oleh aparat penegak hukum untuk menciptakan tindak pidana dan merekayasa siapa pelakunya,” katanya.
BACA JUGA:Jejak Misteri: Piramida Kuno Ditemukan Tertimbun di Tengah Hutan Yucatan
Presidium Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, Herdiansyah Hamzah, juga melihat risiko yang lebih besar. Baginya, pengesahan RUU KUHAP bukan hanya mengancam masyarakat sipil tetapi juga kebebasan akademik dan kegiatan intelektual di kampus.
“Pengesahan RUU KUHAP tidak hanya mengancam masyarakat sipil. Tetapi, juga mengancam kegiatan intelektual dan penelitian kritis,” ujarnya.
Ia menilai proses legislasi yang dikebut tanpa mendengar masukan substantif masyarakat sipil adalah praktik yang buruk dan bertentangan dengan prinsip partisipasi bermakna yang diwajibkan MK. Alasan pemerintah dan DPR bahwa RUU ini harus cepat disesuaikan dengan KUHP baru dinilainya tidak berdasar.
Suara serupa datang dari mahasiswa. Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Muhammad Fitrah Aryo, menyebut proses penyusunan RUU KUHAP bahkan lebih berbahaya daripada praktik penyusunan undang-undang bermasalah sebelumnya.
BACA JUGA:PPh Final 0,5 Persen Mau Dipatenkan, DPR Ingatkan Risiko UMKM ‘Jadi-jadian’
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News