PPh Final 0,5 Persen Mau Dipatenkan, DPR Ingatkan Risiko UMKM ‘Jadi-jadian’
DPR mendukung PPh final 0,5 persen permanen untuk UMKM, tetapi mengingatkan potensi penyalahgunaan dan pentingnya pengawasan yang lebih ketat.-Foto: Dok. PKS-
JAKARTA, PostingNews.id — Pemerintah sedang berada di tahap akhir untuk memutuskan bahwa tarif PPh final 0,5 persen bagi pelaku UMKM akan dibuat permanen. Jika jadi ketok palu, langkah ini dianggap sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah ingin memberi kepastian berusaha bagi jutaan pelaku usaha kecil di seluruh Indonesia.
Namun, bagi Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, kebijakan manis ini hanya akan benar-benar terasa manfaatnya jika implementasinya kelak diawasi dengan ketat. Ia memandang kebijakan ini jelas menguntungkan bagi pelaku UMKM.
“Permanenisasi tarif pajak yang rendah memberi sejumlah keuntungan nyata bagi UMKM. Kepastian tarif 0,5 persen akan membuat pelaku UMKM lebih mudah membuat perencanaan usaha tanpa khawatir aturan berganti setiap beberapa tahun,” kata Amin dalam keterangan tertulis, Selasa, 18 November 2025.
Ia menekankan beban kepatuhan pajak para pelaku usaha kecil bisa lebih ringan. Tanpa harus dipaksa beralih cepat ke sistem pembukuan yang rumit, mereka dapat menghindari biaya konsultan tambahan atau kerepotan administrasi lainnya.
BACA JUGA:Dedi Mulyadi Sindir Pejabat Hobi Rapat: Banjir Itu Diselesaikan Dengan Alat Berat, Bukan Meeting
Tarif final yang kecil ini juga mendorong lebih banyak UMKM untuk tetap berada dalam sistem formal sehingga membuka pintu bagi akses kredit, pendanaan, sampai layanan pemerintah yang membutuhkan legalitas usaha. Modal kerja pun bisa lebih optimal digunakan untuk hal produktif, bukan habis tersedot ketidakpastian aturan.
Namun, Amin mengingatkan bahwa kebijakan yang terlihat indah di atas kertas tidak otomatis berjalan mulus di lapangan. Ia menegaskan, “Namun demikian, kebijakan yang baik tetap harus disertai eksekusi yang hati-hati.” Tantangan implementasi disebutnya cukup besar dan perlu diantisipasi sejak awal.
Salah satu risiko yang disorot adalah potensi penyalahgunaan. Misalnya, usaha menengah atau besar yang sengaja dipecah menjadi beberapa unit kecil agar terlihat seperti UMKM dan bisa menikmati tarif rendah 0,5 persen. Jika dibiarkan, praktik seperti itu tidak hanya menciptakan ketidakadilan tetapi juga merugikan penerimaan negara.
Validasi omzet pun tidak sederhana karena masih banyak UMKM yang belum memiliki sistem pencatatan transaksi yang memadai. “Jika verifikasi tidak diperkuat, pemerintah akan kesulitan menentukan siapa yang benar-benar berhak atas fasilitas ini,” ujarnya.
BACA JUGA:ICW Bongkar Wamen Koleksi Jabatan, Kabinet Prabowo Jadi Mirip Klub Komunitas
Amin juga menyebut persoalan klasik yang muncul hampir setiap kali kebijakan pajak menyentuh UMKM, yakni lemahnya literasi pajak. Banyak pelaku usaha mikro yang belum memahami cara melapor, cara menghitung omzet, atau apa bedanya pajak final dengan pajak normal.
Menurutnya, tanpa sosialisasi yang memadai, kebijakan yang baik justru bisa disalahpahami hingga membuat kepatuhan semakin turun. Infrastruktur digital dan integrasi data antarinstansi juga menjadi faktor penting. Sistem yang tidak terhubung akan mempersulit pemerintah memastikan UMKM penerima fasilitas benar-benar memenuhi kriteria dan tidak terjadi tumpang tindih data.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menyambut baik niat pemerintah memberi kepastian usaha, namun ia mengingatkan bahwa keadilan fiskal dan ketertiban administrasi tetap harus dijaga. PKS meminta pemerintah memperjelas kriteria penerima fasilitas, memasukkan ketentuan anti-penyalahgunaan, serta mempercepat integrasi sistem data yang memungkinkan verifikasi omzet dilakukan otomatis.
Program literasi dan pendampingan UMKM juga perlu diperkuat agar pelaku usaha benar-benar memahami manfaat dan kewajiban perpajakan yang melekat pada kebijakan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News