Pigai Abadikan Nama Gus Dur dan Marsinah di Kemenham, Simbol Perlawanan dan Keadilan Sosial

Pigai Abadikan Nama Gus Dur dan Marsinah di Kemenham, Simbol Perlawanan dan Keadilan Sosial

Natalius Pigai resmikan Ruang Marsinah dan Gedung Gus Dur di Kemenham sebagai penghormatan bagi dua tokoh perjuangan HAM dan keadilan sosial di Indonesia.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Suasana Hari Pahlawan tahun ini terasa berbeda di Kementerian Hak Asasi Manusia. Di antara barisan karangan bunga dan bendera yang berkibar di halaman kantor, sebuah ruangan baru diresmikan dengan nama yang begitu familiar bagi sejarah perjuangan kaum buruh Indonesia, Ruang Marsinah.

Penamaan ruangan ini bukan tanpa alasan. Pada peringatan Hari Pahlawan 2025, Marsinah—aktivis buruh yang tewas tragis pada 1993—resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Bagi Menteri HAM Natalius Pigai, keputusan itu bukan hanya bentuk pengakuan negara, tetapi juga momentum untuk memastikan perjuangan Marsinah tetap hidup di ruang publik dan dalam kesadaran bangsa.

“Marsinah adalah wajah keberanian dalam memperjuangkan martabat manusia. Penamaan ini adalah wujud penghormatan kami kepada perjuangannya yang menjadi bagian penting dari sejarah HAM Indonesia,” kata Pigai dalam keterangannya, Senin, 10 November 2025.

Pigai menjelaskan, penyematan nama Marsinah pada ruang pelayanan HAM merupakan bentuk penghormatan atas keteguhan dan keberanian perempuan buruh asal Nganjuk itu dalam memperjuangkan hak-hak dasar pekerja. Marsinah, katanya, melambangkan semangat untuk menegakkan keadilan sosial, menuntut upah yang layak, kebebasan berserikat, dan perlakuan manusiawi di tempat kerja.

BACA JUGA:Riset DEEP: Sentimen Positif Soeharto Didominasi Narasi NU dan Muhammadiyah

Ia juga menyinggung kasus kematian Marsinah yang hingga kini belum menemukan titik terang. Bagi Pigai, tragedi itu harus menjadi pelajaran penting bagi negara agar memperkuat perlindungan terhadap pekerja dan para aktivis pembela kebenaran.

Ruang Marsinah yang terletak di lantai satu kantor Kementerian HAM kini difungsikan sebagai pusat pelayanan publik di bidang hak asasi manusia. Pigai berharap, ruangan ini bukan hanya menjadi simbol penghormatan, tetapi juga pengingat moral bagi seluruh aparatur kementerian.

“Dengan menamai ruangan ini sebagai Ruang Marsinah, kami ingin memastikan bahwa dedikasi dan pengorbanannya tidak hilang ditelan waktu,” ujarnya.

Marsinah ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di hutan Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Sebelum kematiannya, ia dikenal sebagai buruh pabrik arloji PT CPS Porong yang aktif memimpin aksi demonstrasi menuntut kenaikan upah. Ia diduga diculik, disiksa, dan dibunuh karena sikap kritisnya terhadap kebijakan perusahaan dan aparat. Hingga kini, pembunuhan Marsinah masih menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan.

BACA JUGA:Muhammadiyah Kembali Gunakan Wayang Untuk Berdakwah

Selain nama Marsinah, Kementerian HAM juga mengabadikan nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai nama gedung utamanya. Pigai mengatakan langkah ini merupakan bentuk penghormatan terhadap peran besar Presiden keempat RI tersebut dalam membangun fondasi hak asasi manusia di Indonesia.

“Beliau, bagaimanapun, adalah tokoh dan pejuang HAM,” kata Pigai.

Menurut Pigai, Gus Dur adalah tokoh kemanusiaan yang konsisten memperjuangkan keadilan bagi semua golongan. Ia berharap gedung berlantai sembilan yang kini dinamai Gedung Abdurrahman Wahid itu dapat menjadi pusat peradaban HAM, sebagaimana misi yang pernah diperjuangkan sang kiai.

Selama hidupnya, Gus Dur menekankan pentingnya memperlakukan setiap manusia dengan martabat yang sama tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang terus menyuarakan pluralisme dan perdamaian, bahkan di masa ketika bangsa tengah dilanda krisis sosial dan politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News