Survei KedaiKOPI: 80 Persen Publik Anggap Soeharto Pantas Jadi Pahlawan
Survei KedaiKOPI: 80 persen publik setuju Soeharto jadi pahlawan nasional, namun penolakan karena KKN dan pelanggaran HAM tetap signifikan.-Foto: IG @jejaksoeharto-
JAKARTA, PostingNews.id — Lembaga Survei KedaiKOPI kembali memantik perbincangan publik lewat hasil temuannya yang menunjukkan mayoritas masyarakat mendukung pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto. Dari 1.213 responden yang disurvei, sebanyak 80 persen menyatakan setuju, sementara hanya 15,7 persen yang menolak.
Founder Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menjelaskan survei ini tidak semata ingin mengetahui besarnya dukungan terhadap Soeharto, tetapi juga menggali alasan masyarakat di balik dukungan itu. “Kami ingin menyampaikan alasan publik dibalik itu semua sehingga bisa juga menjadi pertimbangan pemerintah,” ujar Hendri dalam keterangan tertulis yang dirilis di laman resmi KedaiKOPI, Ahad, 9 November 2025.
Hasil survei menunjukkan, dukungan terhadap Soeharto banyak bersumber dari nostalgia atas keberhasilan ekonomi masa Orde Baru. Mayoritas responden menyebut program swasembada pangan sebagai alasan utama, disusul keberhasilan pembangunan fisik yang masif di berbagai wilayah.
“Yang terbanyak karena berhasil membawa Indonesia swasembada pangan (78 persen), kemudian berhasil melakukan pembangunan di Indonesia (77,9 persen),” kata Hendri.
BACA JUGA:Ekonom Unand Kritik Redenominasi Rupiah: Ilusi Angka yang Tak Menambah Nilai Ekonomi
Tak hanya itu, sebagian besar responden juga menilai Soeharto pantas diganjar gelar pahlawan karena dianggap mampu menjaga stabilitas politik dan menyediakan kebutuhan pokok seperti sembako murah serta memperluas akses pendidikan. Survei ini dilakukan dengan metode Computer Assisted Self Interviewing pada 5–7 November 2025.
Namun di sisi lain, ada sekelompok masyarakat yang dengan tegas menolak gagasan menjadikan Soeharto pahlawan nasional. Menurut Hendri, sekitar 15,7 persen responden menolak karena mengingat rekam jejak Soeharto yang terkait dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, sebagian responden juga menyoroti pelanggaran hak asasi manusia serta pembungkaman kebebasan pers pada masa pemerintahannya.
“Ini adalah alasan-alasan yang sangat krusial dan penting bagi sejarah Indonesia, dan ini harusnya juga bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam kemudian memutuskan nantinya,” ujar Hendri. Ia menegaskan, wacana pemberian gelar pahlawan seharusnya tidak hanya mempertimbangkan popularitas figur, tetapi juga menimbang sisi gelap dari kekuasaan yang pernah dijalankan.
Hendri berharap pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, tidak terjebak pada angka dukungan semata. Menurutnya, angka statistik hanyalah pintu masuk untuk memahami lebih dalam apa yang sesungguhnya dirasakan publik. “Jadi jangan hanya dilihat hanya angkanya saja, tapi juga dilihat kenapa mereka tidak setuju. Sebab hal ini merupakan poin penting untuk dipertimbangkan lagi dan lagi,” kata Hendri.
BACA JUGA:NasDem Belum Mau PAW Sahroni dan Nafa Meski MKD Sudah Sanksi Etik
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menanggapi isu ini dengan nada hati-hati. Ia menyebut pengusulan gelar pahlawan nasional akan tetap mengikuti prosedur yang berlaku. Prasetyo mengakui akan selalu ada perbedaan pendapat di masyarakat, tetapi mengimbau agar publik melihat sisi positif dari setiap tokoh sejarah.
“Marilah kita arif dan bijaksana, belajar menjadi dewasa, sebagai sebuah bangsa untuk menghormati serta menghargai jasa-jasa para pendahulu. Mari kita kurangi selalu melihat kekurangan-kekurangan,” kata Prasetyo di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu, 8 November 2025.
Hasil survei KedaiKOPI ini menambah dimensi baru dalam perdebatan lama mengenai sosok Soeharto—antara dikenang sebagai “Bapak Pembangunan” atau diingat sebagai simbol kekuasaan yang mengekang. Publik kini tampak terbelah antara rasa nostalgia terhadap masa stabilitas ekonomi dan tuntutan akuntabilitas sejarah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News