Ketika Banteng Saling Seruduk, Keluarga Megawati Berebut Arah di Era Prabowo

Ketika Banteng Saling Seruduk, Keluarga Megawati Berebut Arah di Era Prabowo

Keluarga Megawati dan elite PDIP terbelah soal arah politik di era Prabowo. Puan ingin masuk kabinet, Prananda ingin jadi oposisi. Banteng pun saling seruduk di rumah sendiri.-Foto: IG @presidenmegawati-

JAKARTA, PostingNews.id – Drama politik di tubuh keluarga besar Megawati Soekarnoputri makin berlapis. Di satu sisi ada barisan yang mendorong kedekatan dengan Presiden Prabowo Subianto, di sisi lain ada yang ingin menjaga jarak. Perselisihan ini membuat aroma retak kian terasa di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai yang selama dua dekade terakhir menjadi rumah utama politik keluarga Sukarno.

Di ruang Fraksi PDIP di Kompleks Parlemen Senayan, pertengahan Mei 2025, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menerima kabar yang kurang sedap.

Kolega satu partainya, Said Abdullah, mengabari bahwa posisinya sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Tengah akan dicopot. Jabatan itu sudah dipegangnya selama sepuluh tahun. Kabar itu menyebar cepat di lingkaran partai, disertai desas-desus bahwa Bambang dianggap sebagai “orang Jokowi”.

Bambang menampik tudingan itu. Ia bilang dirinya menempuh jalan kesatria dan tidak mungkin bermain dua kaki. Namun, di mata elite partai, performanya dianggap tak maksimal dalam memenangkan pasangan Ganjar Pranowo–Mahfud Md. pada Pilpres 2024. Di kandang banteng sendiri, Jawa Tengah, Ganjar hanya meraup 7,8 juta suara, sedangkan Prabowo–Gibran mendulang 12 juta suara.

BACA JUGA:Ketika Dasco Mengaku Takut pada Ibu-Ibu, Bukan pada Presiden Prabowo

Bambang dan Ganjar memang lama tak akur. Pacul condong mendukung Puan Maharani, sementara Ganjar dipilih langsung oleh Megawati sebagai capres. Bahkan pada Pilkada Jawa Tengah 2024, Pacul dituding setengah hati mendukung jago partai, Andika Perkasa, yang justru kalah telak dari Ahmad Luthfi, calon yang disokong Jokowi. Dari situlah aroma “pengkhianatan” mulai tercium di DPP PDIP.

Kabar pemecatan Pacul makin kencang pada April 2025 setelah Megawati mencabut sistem KomandanTe Stelsel yang ia rancang untuk mendongkrak suara partai di daerah. Sistem itu sempat jadi andalan PDIP di Wonogiri saat Pemilu 2019 karena berhasil menaikkan kursi legislatif hingga 50 persen.

Sebulan kemudian, nama F.X. Hadi Rudyatmo muncul sebagai pelaksana tugas Ketua DPD PDIP Jawa Tengah. Rudy menanggapi enteng, bilang semua keputusan tetap di tangan sang Ketua Umum.

Di belakang layar, Megawati disebut sedang menimbang dua nama calon pengganti Pacul, yakni Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa. Keduanya dianggap tokoh yang bisa menyaingi pengaruh Jokowi di Jawa Tengah. Jokowi sendiri yang sudah didepak dari PDIP pada akhir 2024 kini dianggap “musuh bersama”.

BACA JUGA:Kontroversi Baru Jokowi, Dari Ijazah Kini ke Urusan Silsilah Palsu

Megawati sempat memerintahkan Ganjar bersafari ke 35 cabang PDIP di Jawa Tengah untuk menyemangati kader, tapi sambutannya dingin. Ganjar hanya diterima di sembilan daerah karena banyak pengurus masih loyal pada Pacul. Di sisi lain, konflik antar-elite partai kian terbuka.

Setelah Bambang tersingkir, muncul retak baru antara dua anak Megawati sendiri, Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Pacul dikenal dekat dengan Puan, sementara Ganjar dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto masuk lingkaran Prananda. Perseteruan makin panas setelah Hasto terseret kasus suap di KPK. Hubungannya dengan Pacul memburuk, apalagi setelah Hasto menandatangani pencabutan sistem KomandanTe.

Belakangan Megawati sampai turun tangan memanggil beberapa loyalis Puan karena dukungan fraksi terhadap Hasto dianggap menipis. Namun Hasto sendiri tampak tetap beraktivitas seperti biasa di tengah persidangan kasusnya. Ia masih meneken dokumen partai di ruang transit pengadilan, seolah ingin menunjukkan bahwa kendali organisasi belum sepenuhnya lepas dari tangannya.

Situasi makin pelik ketika muncul perbedaan pandangan soal posisi PDIP terhadap pemerintahan Prabowo. Puan dan pendukungnya mendorong agar PDIP bergabung ke pemerintahan, sementara kubu Prananda ingin partai berada di luar kekuasaan. Puan beralasan oposisi tidak strategis, apalagi survei internal menunjukkan Gerindra berpeluang menjadi partai nomor satu pada Pemilu 2029, sementara PDIP bersaing ketat dengan Golkar di posisi dua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News