Demo Bertenaga AI, Political Blitzer Disebut Bisa Guncang Kursi Prabowo

Demo Bertenaga AI, Political Blitzer Disebut Bisa Guncang Kursi Prabowo

Political Blitzer, demo bertenaga AI, disebut bisa guncang kursi Prabowo. Gerakan kilat politik ini dinilai berbahaya dan eksplosif.-Foto: IG @presidenrepublikindonesia-

JAKARTA, PostingNews.id – Ada istilah baru yang belakangan bikin kening berkerut sekaligus bikin merinding, namanya Political Blitzer. Ini bukan demo biasa, bukan pula sekadar aksi jalanan mahasiswa yang orasinya bisa ditebak. Political blitzer digambarkan sebagai serangan kilat politik, bergerak secepat kilat, tanpa bentuk jelas, dan berpotensi bikin stabilitas nasional megap-megap.

Peringatan keras ini datang dari Haris Rusly Moti, Pemrakarsa 98 Resolution Network. Ia membaca gelombang protes pada 25–31 Agustus 2025 lalu sebagai bukti nyata bahwa Indonesia sedang berhadapan dengan fenomena ini. Menurutnya, “Asian Blitzer”—versi regional dari gerakan ini—sudah mengguncang Filipina, Malaysia, Bangladesh, bahkan menjatuhkan rezim di Nepal.

“Setelah Arab Spring, dalam beberapa pekan ini kita dikejutkan oleh Asian Blitzer, gerakan kilat politik di Asia,” ujar Haris kepada wartawan, Selasa, 16 September 2025.

Sebagai mantan aktivis PRD, Haris paham betul anatomi protes jalanan. Tapi ia bilang, blitzer ini beda kelas. Kalau gerakan sosial klasik biasanya ada ketua, ada program jelas, dan ada arah, political blitzer justru dibuat amorf, liar, dan samar-samar.

BACA JUGA:Tamliha Bongkar Dapur PPP, Ada Lima Serangkai yang Gulingkan Suharso Lewat Pesan Hoaks

Tujuannya bukan membangun, tapi bikin distrust, disorder, dan disobedience—alias ketidakpercayaan, kekacauan, dan pembangkangan.

Pola Blitzer: Dari Perut Lapar sampai Algoritma Medsos

Haris menjelaskan blitzer bekerja dengan dua bahan bakar utama. Pertama, kerentanan ekonomi masyarakat. Kedua, keresahan sosial akibat ulah pejabat. Kedua elemen ini kemudian dibumbui sentimen negatif, lalu diledakkan lewat media sosial dan kanal open source.

Yang bikin lebih ngeri, ada dugaan teknologi canggih ikut dipakai. “Gerakan political blitzer dipicu menggunakan AI generatif untuk melakukan sabotase algoritma dan meracuni data medsos. Jika kita perhatikan gerakan 25 - 31 Agustus 2025, semuanya bermula dari huru-hara di media sosial,” jelas Haris.

Artinya, yang terjadi bukan sekadar demo massa, tapi gabungan aksi jalanan dengan perang algoritma. Orang di lapangan teriak, netizen di medsos ngamuk, dan publik terseret dalam lingkaran distraksi. Skenario chaos dalam genggaman.

BACA JUGA:Purbaya ke Anak Muda: Jangan Ikut-Ikutan Investasi, Sesuaikan Sama Isi Dompet

Lantas apa obatnya? Haris menyarankan solusi darurat: isi dulu perut rakyat sebelum isu liar menggerus kewarasan publik. “Jawaban jangka pendek yang kami maksud adalah untuk memitigasi isi kantong dan isi perut kelompok yang rentan secara ekonomi,” katanya.

Ia mendesak pemerintah segera mengaktifkan jaring perlindungan sosial, termasuk paket stimulus ekonomi 8-4-5. Tapi Haris sadar, tanggung jawab nggak bisa cuma ditaruh di pundak negara. BUMN, swasta, bahkan warga negara individu harus gotong royong bikin jaring peduli sosial bagi kelompok rentan yang luput dari program resmi.

“Supaya apa? Supaya blitzer ini nggak punya celah untuk nyulut api keresahan,” tegas Haris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News