PT Gag Nikel Balik Ngangkut di Raja Ampat, DPR: Udah Impas, Tutup Aja Sebelum Rusak Laut

DPR desak PT Gag Nikel di Raja Ampat ditutup meski sudah impas, demi cegah pencemaran lingkungan di kawasan konservasi dunia.-Foto: Dok. Kementerian ESDM-
JAKARTA, PostingNews.id – Operasional PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang baru seumur jagung jalan lagi sejak awal September 2025 langsung kena semprot. Wakil Ketua Komisi XII DPR, Sugeng Suparwoto, terang-terangan mendesak pemerintah menutup tambang itu sebelum bikin bencana ekologis di kawasan konservasi dunia yang sering disebut surga terakhir bumi.
“Sudah break even point, ya sudah lah. Tutup. Mumpung belum sempat cemari Raja Ampat yang notabene geopark dunia,” tegas Sugeng di Senayan, Selasa, 16 September 2025.
Masalahnya, PT Gag Nikel memang punya izin lingkungan lengkap dengan Amdal dan bahkan dapat label green mining. Tapi, kata Sugeng, jangan keblinger. Label hijau bukan tiket seumur hidup buat terus gali tanah. Apalagi, menurut DPR, investasi mereka sudah balik modal. “Kalau sudah impas, ya sudah. Kenapa harus nunggu sampai tailing meluncur ke laut?” sindirnya.
Sugeng mengingatkan, Raja Ampat bukan tanah kosong yang bisa ditukar dengan kurs dolar. Hampir 46 persen biota laut dunia hidup di sana. “Saya pernah ke sana, luar biasa. Jadi mari kita selamatkan Raja Ampat sebelum jadi cerita sedih,” tambahnya.
BACA JUGA:Purbaya ke Anak Muda: Jangan Ikut-Ikutan Investasi, Sesuaikan Sama Isi Dompet
Padahal Kementerian ESDM sebelumnya sempat sumringah. PT Gag Nikel boleh jalan lagi setelah dihentikan sementara pada Juni 2025. Dirjen Minerba, Tri Winarno, bahkan bangga menyebut hasil evaluasi PROPER menunjukkan perusahaan ini dapat peringkat hijau: taat aturan lingkungan dan aktif memberdayakan masyarakat.
Tapi beda lagi komentar Greenpeace. Ketua Tim Kampanye Hutannya, Arie Rompas, bilang tambang ini ibarat bukti keserakahan: lebih mementingkan perut industri ekstraktif ketimbang kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat.
“Raja Ampat itu warisan dunia, bukan harta karun buat digali seenaknya,” tulis Arie di Instagram Greenpeace.
Seruan publik, penolakan masyarakat adat, bahkan protes dari aktivis dianggap kalah suara dengan kepentingan tambang. Jadi, meski ada stempel hijau, tetap saja banyak yang menilai hijau di laporan, tapi abu-abu di hati rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News