Gerindra: Prabowo Tayang di Bioskop Itu Inovasi, Bukan Propaganda

Gerindra: Prabowo Tayang di Bioskop Itu Inovasi, Bukan Propaganda

Gerindra bela tayangan iklan capaian Prabowo di bioskop. Disebut inovasi komunikasi publik, meski dikritik mirip propaganda era lama.-Foto: IG @catatanfilm-

JAKARTA, PoskotaNews.id – Penayangan iklan pemerintah yang menampilkan Presiden Prabowo Subianto di layar lebar menjelang film utama bikin gaduh. Publik terbelah antara yang menyebut langkah ini inovatif dan yang menudingnya mirip propaganda ala film zaman perang.

Politikus Partai Gerindra, Danang Wicaksana Sulistya, memilih membela. Menurut Anggota Komisi V DPR ini, penayangan iklan capaian Prabowo di bioskop adalah cara kreatif untuk menyampaikan kinerja pemerintah.

“Video di bioskop itu bagus, tidak ada yang salah. Kan bioskop juga bagian dari ruang publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis di situs resmi Gerindra, Senin, 15 September 2025.

Danang menambahkan, pemerintah memang perlu melakukan terobosan supaya publik lebih tahu soal program pembangunan. Ia bahkan menyebut video capaian Prabowo di bioskop patut diapresiasi sebagai inovasi komunikasi publik.

BACA JUGA:Kursi Menko Polkam Jadi Rebutan, Dari Sjafrie, Hadi, sampai Tito Masuk Bursa

Apa Isi Videonya?

Video yang diputar di bioskop itu berisi sederet klaim capaian program Prabowo. Presiden tampil menyatakan tekad menghapus kemiskinan di Indonesia, sekaligus mengklaim keberhasilan program makan bergizi gratis (MBG) yang sudah berjalan sejak awal tahun.

Video itu juga membeberkan angka-angka. Disebut ada 20 juta penerima manfaat MBG, pembukaan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih, serta 5.800 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) aktif di seluruh Indonesia. Tak berhenti di situ, ditampilkan pula data produksi beras nasional hingga Agustus 2025 yang mencapai 21,76 juta ton, keberhasilan cetak sawah seluas 225 ribu hektare, dan ekspor jagung sebanyak 1.200 ton pada awal tahun.

Meski di klaim sebagai inovasi, reaksi publik di media sosial jauh dari manis. Ramai ajakan agar penonton masuk ke studio 15 menit setelah jadwal tayang, supaya tidak perlu melihat video Presiden.

Martin Suryajaya, pengajar Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, menyebut tayangan wajib itu justru menunjukkan jarak antara pemerintah dan warganya. “Jika pemerintah merasa sangat perlu mengumumkan sudut pandangnya – kalau perlu dengan diwajibkan di bioskop – maka itu tanda bahwa sudut pandangnya semakin tidak nyambung dengan sudut pandang warga sehari-hari,” katanya, Senin, 15 September 2025.

BACA JUGA:Masuk Bursa Menko Polkam, Gatot Nurmantyo Jadi Kartu As Prabowo Lawan Jokowi

Ia bahkan menyamakan langkah ini dengan praktik propaganda abad ke-20. Di masa Perang Dunia II, Amerika Serikat maupun Nazi Jerman sama-sama menayangkan film propaganda untuk meyakinkan rakyat soal keberhasilan perangnya.

“Di era sekarang cara-cara awal abad ke-20 ini sudah tidak relevan lagi, malah terlihat konyol,” ujar Martin, doktor lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

Istana: Itu Hal Lumrah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News